TEMPO.CO, Jakarta – Permintaan barang konsumsi diprediksi meningkat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menuturkan kenaikan impor barang konsumsi yang dipastikan naik adalah produk makanan dan minuman olahan. Ia memperkirakan kenaikan impor tersebut sebesar 8-12 persen dari waktu regular (waktu biasanya).
“Prediksi itu belum meliputi impor melalui online dan tidak bisa dihitung riilnya karena ada yang melalui jasa barang titipan di bawah US$ 75, barang tentengan, serta via pusat logistik berikat,” tutur Benny kepada Tempo, Rabu 13 November 2019.
Hal senada, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Rahmat Hidayat akan kenaikan produk makanan dan minuman olahan pada akhir tahun. Menurut Rahmat, produk olahan yang permintaannya diperkirakan naik adalah air minum dalam kemasan (AMDK), makanan ringan, roti, biskuit, sirup, cokelat, keju, dan susu. Kenaikan permintaan dalam negeri ini, ujar Rahmat, juga diikuti oleh kenaikan impor produk makanan dan minuman olahan.
Secara keseluruhan, Rahmat memprediksikan kenaikan permintaan produk makanan dan minuman olahan sektar 10-15 persen jika dibandingkan secara bulanan. Angka ini juga diikuti kenaikan produk impor. Meski begitu, Rahmat memastikan kenaikan impor produk barang konsumsi ini tidak akan membebani produk dalam negeri. Pasalnya, ujar Rahmat, produk dalam negeri masih mencukupi dan tak kalah saing dengan produk impor.
“Yang penting, produk tersebut didatangkan secara legal. Masalahnya, sering terjadi di daerah perbatasan barang impor ilegal masuk ke Indonesia. Produk yang diimpor biasanya datang dari negara tetangga,” ujar Rahmat.
Rahmat menuturkan kenaikan permintaan impor ini untuk melengkapi preferensi konsumen dalam memenuhi kebutuhan Natal dan Tahun Baru. Selain itu, ujar Rahmat, tak sedikit warga asing yang tinggal atau datang ke Indonesia pada periode tersebut. Biasanya, kebutuhan ini dipenuhi melalui pasar swalayan. “Biasanya mereka impor produk dalam negeri variasinya tidak terlalu banyak seperti keju, susu, atau cokelat,” ujar Rahmat.
Kenaikan impor ini, ujar Rahmat, tidak perlu diwaspadai bisa membebani neraca dagang. Pasalnya, Rahmat menuturkan kenaikan permintaan ini terjadi karena faktor musiman. Selain impor, ia mengatakan tidak sedikit produk makanan dan minuman olahan Indonesia yang diekspor pada akhir tahun meski belum bisa mengimbangi impor bahan baku.
Untuk mendorong permintaan konsumsi dalam negeri, Rahmat berharap pemerintah lebih selektif dan hati-hati mengatur lalu lintas distribusi. "Jangan sampai ada pelarangan untuk angkutan barang karena bisa menghambat distribusi kepada konsumen," ujar Rahmat.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menuturkan meski impor barang konsumsi diprediksikan naik, pemerintah berkomitmen untuk menekan defisit neraca perdagangan. Bahkan, hingga akhir tahun ini Agus yakin neraca perdagangan akan bergerak positif hingga tahun depan. Peningkatan ini, ujar dia, dibarengi dengan mendongkrak impor untuk mengimbangi nilai impor.
"Impor ini akan kami imbangi dengan ekspor, jadi supaya tidak ada defisit neraca dagang Produk-produk dalam negeri kita akan dikembangkan seperti kemarin kami ada kerja sama dengan mitra ritel," tutur Agus.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir menuturkan nilai triwulan ketiga justru mengalami kontraksi. Secara kumulatif, impor barang konsumsi hingga triwulan ketiga tahun ini turun -8,8 persen. "Kalau bulanan kan pengaruh musiman maka membandingkannya secara tahunan," ujar Iskandar.