OJK Ingatkan Pinjaman ke Rentenir Pakai Suku Bunga Mencekik
Reporter
Didit Hariyadi (Kontributor)
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 9 November 2019 12:53 WIB
TEMPO.CO, Makassar - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengingatkan masyarakat agar tak tergiur dengan iming-iming pinjaman ke tengkulak atau rentenir yang bisa cair dengan lebih cepat dan mudah persyaratannya. Sebab, biasanya pinjaman itu menggunakan suku bunga yang sangat tinggi.
Kepala OJK Regional VI Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua), Zulmi, menyatakan, masih banyak temuan para nelayan yang mendapat pinjaman ke tengkulak. Syaratnya, hasil tangkapan nelayan tersebut dijual ke mereka dengan harga separuh dari di pasaran. Zulmi mencontohkan, ikan terbang yang harga pasaran Rp 400 ribu per kilogram harus dijual ke pengepul Rp 200 ribu per kilogram.
Untuk memutus rantai pinjaman ilegal itu, OJK mengembangkan pola kemitraan. "Kita putus mata rantainya,” ucap Zulmi kepada Tempo pada Jumat malam 8 November 2019. OJK bekerja sama dengan pemerintah setempat dan lembaga jasa keuangan untuk mengedukasi masyarakat agar tidak meminjam secara ilegal lagi.
Selanjutnya masyarakat akan dibukakan rekening untuk dipinjamkan modal dengan suku bunga 7 persen per tahun. Dengan begitu maka tingkat kesejahteraan mereka lebih terjamin. “Itu salah satu cara kita memutus mata rantai pinjaman ilegal,” tutur Zulmi. Saat ini sebanyak 800 nelayan di Kabupaten Takalar yang telah mendapatkan fasilitas tersebut.
Tak hanya itu, lanjut Zulmi, para petani dan pedagang di pasar juga mendapatkan fasilitasi agar tak meminjam modal ke rentenir. Misalnya petani singkong hasil taninya itu dijual ke Mayora kemudian dipotong untuk cicilan ke bank karena sekarang mereka sudah mendapatkan kredit usaha rakyat (KUR).
Kemudian pedang sayur di pasar yang diamati selama ini, mereka pinjam Rp 500 ribu pagi dan sorenya harus kembalikan Rp 600 ribu. “Suku bunganya sehari itu berapa? Jadi untuk berantas rentenir kita lakukan bisnis matching,” ucap Zulmi.
Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah mengakui jika masyarakat cenderung mencari pinjaman modal ke rentenir, dengan bunga selangit. Alasannya karena lebih cepat dan mudah persyaratannya. “Masih banyak masyarakat kita yang cenderung cari pinjaman ilegal,” ucapnya.
Padahal pemerintah telah berkomitmen mendorong program Percepatan Akses Keuangan Daerah (PAKD) di 24 kabupaten/kota. Itu untuk memajukan inklusi keuangan di tingkat kabupaten. “Kita ingin semua bersinergi agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Saat ini industri keuangan non bank (IKNB), total aset dana pensiun tumbuh 7,63 persen menjadi Rp 1,03 triliun. Piutang perusahaan pembiayaan tumbuh 10,70 persen menjadi Rp 13,54 triliun, dan pinjaman yang disalurkan perusahaan pegadaian tumbuh tinggi 17,13 persen menjadi Rp 3,88 triliun.