Pangkal Mula Kisruh Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Jumat, 8 November 2019 13:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kembang kempis hubungan kerja sama Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air kembali terjadi. Kemarin, hubungan keduanya memanas tatkala Garuda mengumumkan bahwa Sriwijaya tidak lagi menjadi bagian dari grupnya dan dua perusahaan tersebut akan melanjutkannya hubungan dengan status business to business.
Tak menunggu masalah berlangsung lama, pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun memanggil dua belah pihak. Salah satu solusinya adalah keduanya akan melanjutkan kerja sama selama tiga bulan sembari dilakukan evaluasi dan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan selama sekitar sepekan ke depan.
Dilansir dari Majalah Tempo Edisi 32/48, Garuda dan Sriwijaya beberapa kali berselisih soal Kerja Sama Manajemen. Perselisihan terutama antara antara Garuda Indonesia Group, melalui PT Citilink Indonesia, dan pemegang saham Sriwijaya Air. Salah satu pangkal penyebab kekisruhan adalah perkara pembagian management fee.
Kisruh pembagian management fee menyebabkan pemilik maskapai Sriwijaya Air mencopot tiga anggota direksi, termasuk direktur utama, yang merupakan perwakilan Garuda Indonesia. Maskapai milik pemerintah itu pun membalas dengan mencabut logo Garuda Indonesia yang tertempel di semua pesawat Sriwijaya, Rabu, 25 September lalu.
Kerja sama manajemen itu semula dimaksudkan untuk menyelamatkan Sriwijaya, yang kolaps. Kinerja keuangan perusahaan tersebut merah karena menggendong utang yang besar. Total nilainya sekitar Rp 3 triliun.
Ihwal persoalan tersebut, pengacara sekaligus pemegang saham Sriwijaya Air, Yusril Ihza Mahendra menilai kekisruhan kerja sama antara kliennya dan Garuda Indonesia disebabkan oleh ketidakjelasan perjanjian awal yang dibuat lebih dari setahun yang lalu. "Sehingga terjadi saling menyalahkan," ujar Yusril di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis, 7 November 2019.
<!--more-->
Salah satu hal yang memicu dispute dari Sriwijaya, kata Yusril, juga adalah lantaran kerja sama itu dinilai tidak efisien. "Sriwijaya merasa dominasi Garuda terlalu jauh intervensinya, sehingga menurut persepsi Sriwijaya kerja sama yang sebenarnya untuk meningkatkan kapabilitas membayar utang kepada beberapa BUMN malah tidak efisien," tuturnya.
Misalnya saja, setelah kerja sama diteken, Sriwijaya kini mesti melakukan perawatan di Garuda Maintenance Facility. Padahal, sebelumnya kerjaan itu bisa dilakukan sendiri. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan pun lebih mahal. Belum lagi kebijakan untuk menampung kru yang sebelumnya di asrama ke hotel. "Menurut persepsi Sriwijaya utang bukannya berkurang malah membengkak selama dimanage oleh Garuda," kata Yusril.
Perkara makin memanas ketika perjanjian kerja sama operasi diubah menjadi perjanjian kerja sama manajemen. Dengan perjanjian KSM, Yusril mengatakan Garuda secara sepihak menerapkan management fee 50 persen dan profit sharing 65 persen dari Garuda. Besaran itu dihitung dari pendapatan kotor perusahaan. Akibatnya, perusahaan pun terancam ambruk. "Jadi ini sebenarnya mau menyelamatkan Sriwijaya atau malah menghancurkan Sriwijaya."
Setelah adanya pertemuan pasca ribut-ribut kemarin, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air telah bersepakat untuk memperpanjang kerja samanya. "Tadi kita sudah sepakat ditandatangani selama tiga bulan kedepan," ujar Luhut di kantornya.
Selanjutnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan akan mengaudit kerja sama tersebut. Luhut mengatakan BPKP dilibatkan agar setiap keputusan yang diambil berdasarkan dengan hasil audit yang valid. "Jangan meraba-raba," tutur dia. Audit tersebut, kata Luhut, akan mulai dilakukan segera. Sehingga hasil audit diharapkan keluar dalam sepekan hingga sepuluh hari ke depan.
Selepas rapat kemarin, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dan VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M. Ikhsan Rosan bungkam. Mereka tidak mau menjawab ketika ditanya wartawan soal kerja sama dengan Sriwijaya Air.
CAESAR AKBAR | RETNO SULISTYOWATI | MBM TEMPO