Setelah Deflasi, Ekonom Prediksi Oktober terjadi Inflasi Rendah
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 1 November 2019 07:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi inflasi pada bulan Oktober 2019 mencapai 3,23 persen (yoy), atau 0,11 persen (mtm) dari bulan sebelumnya yang tercatat deflasi 0,27 persen (mtm).
Josua memperkirakan laju inflasi pada Oktober 2019 lebih dikarenakan oleh peningkatan inflasi harga bergejolak. Beberapa harga komoditas pangan yang cenderung meningkat di antaranya beras tercatat inflasi 0,13 persen (mtm), daging ayam ras tercatat inflasi 7,25 persen (mtm), bawang merah inflasi 8,14 persen (mtm), dan daging sapi inflasi 0,04 persen (mtm).
Pada sisi lain masih ada beberapa komoditas pangan yang mengalami deflasi atau penurunan antara lain; telur ayam deflasi 3,19 persen (mtm), cabai merah deflasi 4,09 persen (mtm), dan cabai rawit mengalami deflasi 3,83 persen (mtm). Sementara itu, inflasi inti cenderung stabil pada kisaran 3,3 persen (yoy). dengan mempertimbangkan tren penurunan harga emas pada Oktober.
“Ke depannya, inflasi diperkirakan cenderung stabil pada target inflasi BI yakni pada kisaran 3,2 persen sampai 3,4 persen hingga akhir tahun mempertimbangkan komitmen pemerintah untuk berkoordinasi di tingkat nasional dan dearth mengendalikan harga pangan,” kata Josua, Kamis, 31 Oktober 2019.
Josua menjelaskan, faktor musiman yakni kemarau belum mempengaruhi inflasi secara signifikan pada Oktober ini. Meski demikian Josua mengingatkan pada akhir tahun umumnya tren inflasi meningkat. Sehingga, pengendalian inflasi pangan perlu dikelola dengan baik, meskipun Oktober ini sudah ada panen raya beberapa komoditas pangan.
“Namun panen padi pada September-Oktober ini tidak sebesar panen raya Maret-April sehingga penurunan supply perlu dimonitor khususnya awal tahun depan,” ujar Josua.
<!--more-->
Hal ini mengingat pada awal tahun depan inflasi rawan meningkat karena ada penyesuaian tarif cukai rokok, dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dengan dua penyesuaian itu, dia memprakirakan inflasi berpeluang meningkat.
Sementara itu, menurut Peneliti Bidang Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan, inflasi Oktober yang rendah punya banyak faktor. Salah satunya adalah harga minyak memang relatif bergerak stagnan.
Di lain pihak, inflasi pangan juga masih tinggi sehingga harus menjadi perhatian pemerintah dan juga Bank Indonesia dalam mengelola kebijakan moneter. "Dari sisi impor pun (inflasi) tidak signifikan, karena rupiah cenderung menguat," ujar Abdul.
Data Survei Pemantauan Harga dari BI sebelumnya mencatat kenaikan harga yang disumbang sejumlah komoditas per Oktober ini disumbang oleh sejumlah komoditas. Berbagai komoditas itu daging ayam ras sebesar 0,06 persen, bawang merah inflasi 0,02 persen, dan inflasi dari rokok kretek filter sebesar 0,02 persen.
Sepanjang Oktober 2019 pun masih ada sejumlah komoditas mengalami deflasi antara lain cabai merah 0,06 persen, telur ayam ras 0,04 persen, cabai rawit 0,03 persen, dan tarif dasar angkutan udara 0,02 persen.
BISNIS