Didik Rachbini: Kenaikan Iuran BPJS Hanya Satu Solusi Kecil
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 31 Oktober 2019 18:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Didik J Rachbini menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang menjadi sorotan saat ini hanya merupakan perkara teknis yang tidak perlu dipersoalkan. Terlebih jika isu defisit BPJS Kesehatan tidak disertai solusi dan dipenuhi oleh pertentangan.
"Menurut saya, iuran naik adalah inisiatif solusi, tetapi hanya satu solusi kecil. Perubahan kebijakan ini bisa dijalankan dan abaikan kritik yang tidak berguna," ujar Didik seperti dikutip dari siaran pers, Rabu, 30 Oktober 2019.
Didik menilai bahwa pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada golongan masyarakat miskin untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hal tersebut perlu disertai dengan kategorisasi peserta yang tepat, di mana masyarakat yang mampu harus berada pada kelas yang sesuai.
Saat ini, menurut Didik, terdapat moral hazard di kalangan golongan masyarakat mampu yang menambah beban BPJS Kesehatan. "Golongan yang mampu sekarang menjadi parasit BPJS," ujar Didik.
Oleh karena itu, Didik menyarankan agar pemerintah tidak memberikan subsidi kepada golongan masyarakat yang mampu. Bahkan, dia menyarankan agar golongan mampu tersebut masuk ke skema asuransi komersial. "Skema komersial mesti dijalankan dan golongan kaya tidak boleh masuk skema subsidi sehingga BPJS Kesehatan bisa bernafas."
Lebih jauh Didik menilai bahwa kebijakan dan program BPJS Kesehatan tidak boleh diakui secara sepihak oleh pemerintahan saat ini karena proses pembentukan dan pengembangan program tersebut didorong sejak 20 tahun lalu. Pada masa reformasi, saat amandemen UUD 1945 berlangsung, presiden telah mendapatkan mandat untuk menjalankan program jaminan sosial.
Namun, kata Didik, kebijakan tersebut tak kunjung berhasil dijalankan karena ketiadaan dana untuk asuransi sosial di negara dengan penduduk sebesar Indonesia. "Pada masa reformasi, kebijakan ini ditetapkan dalam UUD 1945 tetapi sulit dilaksanakan pada masa Habibie, Gusdur, dan Megawati karena krisis ekonomi," ujarnya.
Program jaminan sosial baru dapat dijalankan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi kala itu Menteri keuangan merasa keberatan karena program tersebut akan membangkrutkan APBN. Meskipun begitu, program JKN terus berlangsung hingga masa pemerintahan saat ini.
"Bisa mencontoh negara lain, yang sudah menjalankan kebijakan jaminan sosial dan kesehatan sampai satu abad lamanya. Kita baru saja menjalankannya tapi sudah bermasalah berat, yang bisa membangkrutkan BPJS Kesehatan," ujar Didik.
BISNIS