Menkes Sebut Defisit BPJS Kesehatan Bisa Ditekan dengan Cara Ini
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 3 Oktober 2019 09:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Nila Djuwita Farid Moeloek menyatakan salah satu cara yang bisa mengurangi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan adalah perilaku serta lingkungan yang sehat.
"BPJS Kesehatan itu mengalami defisit karena banyak orang tidak sehat. Coba perilakunya dan lingkungannya sehat, maka tidak akan sakit," ujar Nila usai penyerahan penghargaan kepada kepala daerah yang berhasil menjalankan program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) di Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2019.
Ia mencontohkan, lingkungan yang kotor akan menyebabkan banyak yang sakit. Untuk itu, menurut Nila, menjaga kualitas lingkungan agar kualitas kesehatan semakin membaik menjadi sangat penting.
"Kalau kita tidak sehat, maka penyakit akan terjadi terus. Oleh karena itu, penting mengubah perilaku kita," ujar dia. Ia juga mendorong agar masyarakat mengerti pentingnya perilaku hidup sehat, bukan sekadar naiknya iuran BPJS Kesehatan.
Kesadaran masyarakat akan kesehatan, kata Nila, pun harus terus dibangun. Pasalnya, kondisi yang ada saat ini sudah sangat memprihatinkan.
Nila mengambil contoh, masyarakat yang tak sadar akan pentingnya menjaga kesehatan dan lingkungan sehat bisa terkena penyakit dan harus melakukan pengobatan cuci darah yang butuh biaya besar. Saat ini biaya cuci darah sekitar Rp 700.000 hingga Rp 1.000.000 dan itu semua ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Sekarang iurannya hanya Rp 25.000, cuci darah harganya sekitar Rp700.000. Maka ada sekitar 30 orang yang menanggungnya. Seharusnya hal itu tidak benar, maka perilaku harus diubah," ucap Nila.
<!--more-->
Kementerian Keuangan sebelumnya mencatat, defisit BPJS Kesehatan terus melebar sejak 2014 lalu. Tahun ini, defisit keuangan yang ditanggung BPJS Kesehatan diestimasikan mencapai Rp 28,5 triliun pada tahun ini. Salah satu sumber utama defisit itu adalah pembayaran klaim peserta BPJS Kesehatan yang sangat besar.
Selama tahun 2018, BPJS Kesehatan telah menghabiskan dana Rp 79,2 triliun untuk pembayaran klaim 84 juta kasus penyakit peserta. Aktuaris BPJS Kesehatan Ocke Kurniandi mengatakan penyakit katastropik atau penyakit perlu perawatan khusus dan berbiaya tinggi yang paling banyak membebani anggaran dari BPJS Kesehatan.
Angkanya mencapai Rp 18 triliun atau 22 persen dari total dana pelayanan yang digunakan tahun lalu. "Biaya terbesar yang ditanggung seperti kardiovaskular, seperti penyakit jantung dan penyakit aliran darah lainnya," kata Ocke pada Tempo, Sabtu 24 Agustus 2019.
Ia mengungkapkan, untuk membayar klaim penyakit jantung, BPJS Kesehatan menggelontorkan dana sampai Rp 9,3 triliun. Lalu untuk penyakit stroke, dikeluarkan uang senilai Rp 2,2 triliun.
Kemudian BPJS Kesehatan juga mencatat, pembayaran untuk pengobatan atau klaim penyakit kanker mencapai Rp 2,9 triliun. Adapun untuk kasus gagal ginjal dikucurkan Rp 2,1 triliun Sementara untuk penyakit darah seperti talasemia, dibayarkan klaim sebesar Rp 430 miliar.
ANTARA | EKO WAHYUDI