Yakin Tumbuh 10 Persen, Pengusaha Ritel Andalkan Ini
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 2 Oktober 2019 06:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku usaha ritel berupaya untuk mendongkrak kinerja di sisa tahun ini. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) menargetkan pertumbuhan industri ini dapat lebih baik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 10 persen. “Peritel sedang berupaya rebound, kami mempunyai kesempatan untuk meningkatkan omzet untuk dapat menembus pertumbuhan double digit di akhir tahun,” ujar Ketua Koordinator Komunikasi APRINDO, Fernando Repi kepada Tempo, Selasa 1 Oktober 2019.
Fernando menuturkan optimisme itu dilatarbelakangi oleh permintaan domestik yang tetap kuat meski perekonomian global tengah melambat. “Kami berharap akan akan banyak event-event akhir tahun yang bisa menghasilkan pendapatan,” ujarnya. Sejumlah strategi pun dijalankan, mulai dari memberikan ragam promosi bekerja sama dengan supplier hingga diversifikasi produk yang dijual.
Fernando mengatakan terbaru peritel nasional maupun lokal berkomitmen untuk melakukan transformasi dan adaptasi teknologi digital untuk meningkatkan daya tarik konsumen. “Kami akan mulai meningkatkan customer experience ketika berbelanja di toko dengan teknologi, hingga pengelolaan big data, dan menciptakan program-program kreatif untuk konsumen” katanya.
Strategi ini telah lumrah dilakukan oleh peritel di luar negeri, dan terbukti ampuh meningkatkan omzet penjualan. “Jadi bisa dilihat di akhir tahun ini dan tahun depan pasti akan banyak sekali pengembangan teknologi dan aplikasi yang dilakukan peritel offline, mereka akan mulai melek dengan itu,” ucap dia.
Menurut Fernando, adaptasi teknologi sudah menjadi keharusan bagi peritel konvensional, mengingat perkembangan pola kebiayaan dan gaya hidup masyarakat, serta kehadiran peritel online di platform e-commerce yang kian marak. “Kami menghadapi perubahan stiuasi, tidak bisa diam saja, tinggal bagaimana masing-masing peritel melihat mana teknologi yang tepat dan sesuai untuk mereka adaptasi.”
<!--more-->
Kinerja sektor ritel memang tercatat melemah dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah gerai ritel domestik harus ditutup hingga pengurangan jumlah pekerja sebagai langkah efisiensi harus ditempuh. PT Hero Supermarket Tbk misalnya sejak pertengahan tahun lalu sudah menutup lebih dari 30 gerai Giant yang dinaunginya. Hal serupa juga dialami oleh PT Matahari Putra Prima Tbk yang menutup enam gerai Hypermart tahun lalu.
Fernando berujar di tengah kondisi yang menantang, peritel berupaya bertahan untuk tetap mencatatkan kinerja positif. Dukungan dari pemerintah juga dibutuhkan untuk mempercepat proses pemulihan kinerja industri. “Banyak hal yang sudah kami sampaikan, utamanya kami meminta pemerintah harus mampu membuat persaingan antara ritel online dan offline agar semakin adil,” kata dia.
Selama ini, peritel konvensional masih terus menunggu komitmen pemerintah untuk memberikan regulasi yang sama untuk ritel online atau e-commerce, misalnya dari sisi ketentuan perpajakan. “Kami berharap segera direalisasikan kebijakan tersebut dengan dasar undang-undang transaksi elektronik.”
Dia menambahkan industri juga berharap adanya insentif khusus untuk sektor ritel layaknya industri manufaktur, mulai insentif perpajakan ataupun stimulus pendukung lainnya. “Terlebih kami ini juga industri padat karya dengan lebih dari 20 juta pekerja di sektor ritel, dan memiliki peran utama untuk mendorong konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan ekonomi,” ujar Fernando. Selain itu, stabilitas politik dan keamanan juga diharapkan terus terjaga.
Adapun upaya peritel untuk mendiversifikasi fokusnya pada segmen bisnis non makanan mulai menunjukkan kinerja positif. Direktur PT Hero Supermarket Tbk Wahyu Trikusumo berujar kontribusi gerai kesehatan dan kecantikan, Guardian dan gerai furnitur serta perabotan rumah tangga IKEA terus meningkat.
<!--more-->
“Pertumbuhannya mencapai dua digit,” katanya. Adapun Guardian dan IKEA mencatatkan kenaikan pertumbuhan pendapatan sebesar 21 persen menjadi Rp 715 miliar pada kuartal 1 2019.
Sementara itu, sektor perbankan memandang sektor ritel cenderung masih memiliki prospek positif dan menarik untuk dibiayai. “Ritel masih menarik baik ritel supermarket besar maupun minimarket yang medium, sepanjang mereka merupakan pemain lama dan portfolionya baik,” ujar Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menuturkan dari sisi daya beli masyarkat juga perlu menjadi fokus utama untuk menopang pemulihan kinerja industri ritel. “Salah satu penyebab tren ritel masih lesu adalah karena adanya perilaku menahan belanja kelas menengah dan atas,” ujarnya.
Sedangkan, masyarakat kelas bawah masih bergantung pada bantuan sosial pemerintah. “Pendapatan yang rendah di sektor komoditas karena anjloknya harga-harga komoditas juga berpengaruh ke daya beli khususnya di luar Jawa,” ucap Bhima. Dia menambahkan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, transmisi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 75 basis poin dalam tiga bulan terakhir juga harus didorong lebih cepat agar segera tercermin pada suku bunga kredit konsumsi perbankan.