Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air Beberkan Alasan Rujuk
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 1 Oktober 2019 13:14 WIB
TEMPO.CO, Tangerang - Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Sriwijaya Air bersepakat melanjutkan kerja sama manajemen atau KSM setelah adanya perselisihan. Direktur Utama PT Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo mengatakan kelanjutan kesepakatan ini dilakukan untuk menyelamatkan ekosistem penerbangan.
"Kami ingin ekosistem penerbangan makin lama makin sehat. Maka kami berkomitmen melanjutkan KSM secepat-cepatnya," kata Juliandra di kantor Garuda Indonesia, kompleks Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Selasa, 1 Oktober 2019.
Kelanjutan kerja sama ini merupakan bagian dari program penyelamatan perusahaan maskapai penerbangan sebagai salah satu aset negara. Lebih jauh, kesepakatan ini juga mempertimbangkan kepentingan konsumen.
Menurut Juliandra, Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN sebelumnya telah memfasilitasi komunikasi antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya Group. Rekonsiliasi keduanya pun merupakan hasil arahan dari Kementerian BUMN.
"Kami berharap komitmen dan momentum yang baik ini dapat menjadi titik balik atau turning poin bagi Sriwijaya untuk senantiasa mengedepankan safety atau kalaikan terbang," ucap Juliandra.
Dengan berlanjutnya kerja sama antara kedua entitas itu, Garuda Maintenance Facility atau GMF sebagai bengkel penyedia perawatan pesawat alias MRO milik Garuda Indonesia akan kembali menangani pesawat-pesawat milik Sriwijaya Air. Direktur Utama GMF Tazar Marta Kurnianawan mengatakan entitasnya akan segera memberikan dukungan, termasuk penyediaan suku cadang, untuk operasional penerbangan Sriwijaya Air.
"GMF akan mengedepankan aspek safety dan quality untuk bisa memberikan keuntungan jasa transportasi udara kepada Sriwijaya," ujar Tazar.
Adapun Pelaksana tugas Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I. Jauwena mengatakan perusahaannya siap menjalin hubungan bisnis kembali dengan Garuda Indonesia. "Kami ingin menyehatkan ekosistem penerbangan kami," tuturnya.
<!--more-->
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan Capt Avirianto mengatakan pihaknya masih akan mengawasi pengoperasian pesawat Sriwijaya Air untuk memastikan armada milik perusahaan itu benar-benar layak terbang pasca-join kembali dengan Garuda Indonesia. Ia juga memprediksi GMF akan segera memberikan perawatan insentif kepada pesawat yang saat ini beroperasi.
"Dalam lima hari sejak 27 September kan ada pesawat yang sparepart-nya mendekati limit. Dengan adanya begini, ya akan langsing diganti semua," ujar Avirianto saat dihubungi terpisah.
Adapun nasib pesawat-pesawat Sriwijaya yang saat ini di-grounded pun akan kembali diproses untuk dijalankan lagi. Meski begitu, hal tersebut butuh waktu.
Operasional Sriwijaya Air sebelumnya telah terancam berhenti. Direktur Quality, Safety, and Security Sriwijaya Air Toto Soebandoro mengaku telah meminta Jefferson memberhentikan sementara seluruh operasional pesawat menyusul insiden kisruh atau dispute dengan Garuda Indonesia.
Kemarin, Toto mengatakan seluruh poin penilaian dari identifikasi dan pengendalian risiko atau Hira menunjukkan ambang merah atau terjadi gangguan. “Setelah diskusi dengan Diektur Teknik dan Direktur Operasi sebagai pelaksana safety, kami merekomendasikan Sriwijaya Air stop sementara beberapa hari ke depan untuk memprioritaskan keamanan,” ujarnya.
Toto mengaku telah mengirimkan surat rekomendasi pemberhentian operasional tersebut Jefferson I. Jauwena pada Ahad, 29 September 2019. Surat bernomor 096/DV/INT/SJY/IX/2019 itu menyebut ketersediaan tools equipment, minimum spare, dan jumlah teknisi berkualifikasi di Sriwijaya Air yang dilaporkan kepada Kementerian Perhubungan beberapa hari lalu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Saat itu suku cadang Sriwijaya Air seperti oli, minim. Kondisi ban pesawat juga tidak lagi prima dan stok untuk beberapa peralatan operasional pesawat lain terbatas. Adapun setelah kisruh dengan Garuda Indonesia, Sriwijaya Air belum menjalin kerja sama dengan entitas perbaikan dan pemeliharaan pesawat menggantikan Garuda Manufacture Facility alias GMF dan Gapura Angkasa.
Kondisi tersebut menunjukkan posisi perusahaan berada pada risk index alias berada dalam zona merah berdasarkan proses identifikasi dan pengendalian risiko atau Hira. Dengan begitu, Sriwijaya Air perlu mengadakan perbaikan menyeluruh.
YOHANES PASKALIS