TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, pungutan ekspor batu bara kepada eksportir sulit dilakukan karena maasalah itu menyangkut kontrak karya. "Mengubah kontrak karya merupakan persoalan hukum," ujarnya pada saat rapat kerja dengan Komisi Industri dan Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (9/6). Menurut dia, pihaknya sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 14/M-DAG/PER/5/2008 tentang kewajiban verifikasi atau penelusuran teknis untuk produk pertambangan tertentu sebelum pengapalan di pelabuhan muat. "Dasar pertimbangannya untuk meminimalisir ekspor yang tak tercatat atau ilegal," kata Mari. Produk pertambangan tertentu yang masuk kriteria antara lain batu bara, nikel dan bauksit. Mari menjelaskan, pungutan eskpor batu bara bukanlah satu-satunya instrumen untuk membatasi ekspor. Instrumen lain yang bisa digunakan adalah pajak penghasilan. Alasannya, perusahaan pertambangan saat ini sedang menikmati pendapatan tinggi dari kenaikan hasil tambang, khususnya batu bara. "Pada saat menikmari windfall profit (keuntungan mendadak), bayar pajak penghasilannya juga naik," katanya. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Diah Maulida menyatakan, perubahan kontrak karya adalah kewenangan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Kami hanya memiliki wewenang untuk menetapkan harga patokan ekspor (HPE)," ujarnya. Ketua Komisi Industri dan Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat Totok Daryanto mendesak pemerintah menerapkan pungutan ekspor batu bara. Kebijakan itu, kata dia, diperlukan untuk mengantisipasi kebutuhan energi dari batu bara yang semakin besar. "Ini harus dilakukan pemerintah, jangan biarkan kekayaan negara dimanfaatkan bukan rakyat Indonesia," ujarnya. YULIAWATI