Tunggakan Peserta Mandiri BPJS Kesehatan Tembus Rp 10 Triliun
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 17 September 2019 10:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aktuaris BPJS Kesehatan Ocke Kurniandi menjelaskan, jumlah tunggakan peserta BPJS Kesehatan segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri sejak 2014 hingga saat ini mencapai Rp 10 triliun.
Ocke menjelaskan, jumlah itu terus bertambah karena segmen mandiri memiliki tingkat kolektabilitas iuran sekitar 54 persen. Berbeda dengan segmen-segmen lain yang hampir seluruhnya mencatatkan kolektabilitas iuran 100 persen.
"Terdapat sekitar Rp 10 triliun tagihan kepada BPJS Kesehatan karena kan (segmen mandiri) kolektabilitasnya mencapai 54 persen, jadi ada sekitar 46 persen (piutang)," ujar Ocke, belum lama ini. "Sudah dari 2014, bukan tahun ini saja."
Tunggakan tersebut, menurut Ocke, perlu diselesaikan untuk membantu arus kas BPJS Kesehatan yang terus mencatatkan defisit sejak terbentuk pada 2014. Akar permasalahan defisit yakni iuran yang di bawah perhitungan aktuaria juga harus diselesaikan.
Pasalnya, kata Ocke, selama ini masih ada selisih yang cukup besar antara pemasukan dari iuran peserta dengan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Dari catatannya, saat ini rata-rata selisih setiap bulannya mencapai Rp 2 triliun.
BPJS Kesehatan kini memiliki tunggakan pembayaran layanan kesehatan ke rumah sakit sekitar Rp 11 triliun. Untuk itu, menurut Ocke, penyesuaian iuran diperlukan agar biaya pelayanan kesehatan dapat dipenuhi dan defisit dapat terus ditekan. "Kami berharap 2020 (defisit) bisa tertutup, jadi 2021 itu bisa terhitung netral," ujar dia.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris sebelumnya menyebutkan besar kenaikan iuran lembaga pemberi jaminan kesehatan yang akan diterapkan pada tahun 2020 tidak akan memberatkan masyarakat.
<!--more-->
Besar kenaikan premi itu dinilai Fahmi masih dalam taraf kemampuan masyarakat untuk membayar karena sebagian sudah ditanggung pemerintah. Terlebih bila kenaikan iuran tak sebanding dengan manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan.
Bahkan, kata Fahmi, untuk iuran peserta mandiri kelas III, sebenarnya tidak sampai Rp 2.000 per hari. "Hampir sama seperti bayar parkir motor per jam di mall, ucapnya pekan lalu.
Sedangkan untuk peserta mandiri kelas I, iurannya kurang lebih Rp 5.000 per hari. "Bandingkan dengan buat beli rokok per hari yang bisa menghabiskan lebih dari Rp 5.000. Beli kopi di kafe sudah pasti lebih dari Rp 5.000,” ujar Fachmi.
Lebih jauh Fahmi memastikan, masyarakat miskin dan tidak mampu iurannya ditanggung Pemerintah melalui APBN dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemda dijamin iurannya oleh APBD.
Sementara untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp 8 juta sampai dengan Rp 12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak.
Kenaikan iuran, menurut dia, sangat diperlukan mengingat defisit BPJS Kesehatan tahun 2019 yang diproyeksikan sebesar Rp 32,8 triliun. Defisit sebesar itu terjadi dikarenakan besaran iuran yang tidak sesuai dengan perhitungan aktuaria.
“Jika iuran peserta masih di bawah perhitungan aktuaria, defisit akan tetap terjadi," ucap Fachmi. Langkah pemerintah melakukan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwa iuran program jaminan kesehatan sosial disesuaikan paling lama dua tahun sekali.
BISNIS | ANTARA