Gagap Media Sosial di Desa Perbatasan Indonesia - Malaysia
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Senin, 2 September 2019 17:20 WIB
TEMPO.CO, Nunukan - Hanya dua orang dari sepuluh pelajar SMAN 1 Krayan yang mengacungkan tangannya saat Tempo bertanya soal kepemilikan akun media sosial. Sisanya mengaku belum pernah membikin akun di dunia maya. Pasalnya, biaya akses internet di Desa Long Bawan, Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, memang tidak murah.
Sembari duduk santai bersama teman-temannya, Aprivlorita Angelina, salah seorang siswa kelas 2 menceritakan dia sempat membuka akun media sosial sebelum pindah ke desa tersebut. Dua tahun lalu, ia tinggal di daerah yang lebih terjamah internet, Kabupaten Malinau. Namun, lantaran ikut orang tuanya pindah tugas ia pun kini jarang membuka akun media sosialnya.
"Sekarang saya sudah jarang membuka Instagram maupun Facebook," ujar Angelina saat berbincang dengan Tempo di sekolahnya, Jumat, 31 Agustus 2019. Dulu, ia mengaku bisa menghabiskan duit hingga Rp 150 ribu per bulan untuk membeli paket data. Namun, saat ini ia sudah tak lagi membeli paket data.
Angelina mengaku tidak terlalu bosan meski tidak lagi bisa mengakses media sosial. Gawainya pun kini hanya bisa digunakan untuk menelepon dan SMS, di samping menonton video dan mendengarkan lagu yag pernah diunduhnya dulu.
Selain Angelina, siswa yang mengaku pernah membuat akun media sosial adalah Hasan Andika. Ia mengaku dikenalkan dengan media sosial kala pergi ke kota bersama kakaknya. "Waktu itu dikenalkan bikin akun media sosial di kota waktu liburan, tahunya sampai di sini enggak bisa dibuka lagi," ujar dia mengenang.
Untuk bisa membuka akun Instagramnya, Andika mesti rela merogoh kocek agak dalam untuk membeli paket wifi di warung. Harga paket di Long Bawan tak murah. Harga paling rendah adalah Rp 20 ribu untuk paket 120 megabyte. Ketimbang membuka media sosial, ia memilih menggunakan akses internet itu untuk menghubungi keluarganya yang tersebar di beberapa wilayah.
"Karena kalau dipakai WhatsApp itu paketnya lama habisnya,...
<!--more-->
tapi kalau dipakai buka-buka (media sosial) ya cepat habisnya, bisa sampai Rp 50 ribu sekali pakai," ujar Andika.
Tempo merasakan langsung sulitnya akses internet di Long Bawan. Jaringan internet di daerah yang berbatasan langsung dengan wilayah Serawak, Malaysia, ini memang terbatas di beberapa titik, misalnya untuk sekolah atau kantor pemerintahan. Selain itu, internet bisa diperoleh dengan membeli paket, misalnya di penginapan atau di warung internet.
Meski telah mendapatkan jaringan 3G, Tempo tetap tidak bisa tersambung dan berselancar di internet. Akhirnya, akses jaringan internet baru bisa dijangkau ketika Tempo membeli voucher wifi dari provider Ubiqu di penginapan dengan biaya Rp 20.000 per 120 megabyte. Ada kalanya internet tak bisa dijangkau meski kuota belum habis.
Soal media sosial juga disinggung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika saat bertandang ke Long Bawan. Saat itu ia tengah memperkenalkan metode pembelajaran bahasa Inggris berbasiskan jaringan internet, sehingga guru tidak perlu jauh-jauh didatangkan ke perbatasan dan siswa tetap mendapatkan ilmu yang sama dengan masyarakat di kota. Ia mengatakan penggunaan internet perlu disosialisasikan dengan baik.
"Saya titip terutama kepada Kepala Adat Besar, internet ini seperti pedang bermata dua, bisa menjadi alat yang bagus, seperti pisau dipakai meraut, dipakai memotong sayur untuk memasak tapi bisa juga untuk melukai orang," ujar Rudiantara.
Serupa dengan pedang, ia mengatakan internet perlu disosialisasikan secara bertahap pendidikan dan literasinya. Dengan demikian masyarakat di perbatasan bisa menggunakan internet dengan lebih baik dan benar. Sebab, tanpa sosialisasi yang baik, internet menjadi tak ada batasannya.
"Sedangkan anak didik kita yang menggunakan internet tanpa diajari terlebih dahulu, itu bisa nanti menggunakan hal-hal yang negatif," kata Rudiantara. Dia meyakini masyarakat Krayan belum banyak yang mempunyai akun sosial media, sehingga tidak memposting konten negatif.
Pasalnya, ia melihat di wilayah dengan akses internet yang mudah. Terutama, dengan banyaknya wifi gratis, orang dengan mudah menyebarkan konten negatif melalui media sosial.
CAESAR AKBAR