KPPU Lacak Bukti Kartel Fintech Pinjaman Online
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 29 Agustus 2019 06:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah meneliti lebih lanjut potensi kartel atau pelanggaran persaingan usaha dalam industri teknologi finansial pendanaan (fintech lending) atau pinjaman online. Direktur Ekonomi KPPU M. Zulfirmansyah menuturkan lembaganya telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia selaku regulator.
“Kami masuk pada proses penetapan bunga, biaya, dan beban pinjaman yang dikenakan ke konsumen, kenapa tingkat bunganya bisa tinggi sekali,” ujarnya kepada Tempo, Rabu 28 Agustus 2019.
Firman menuturkan KPPU sebenarnya telah memantau iklim usaha bisnis fintech lending sejak beberapa bulan terakhir. KPPU kemudian mencermati bahwa dalam penetapan bunga pinjaman, pelaku usaha menentukannya sendiri, di bawah koordinasi Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) dan pengawasan OJK.
Namun, proses penetapannya tidak didasarkan pada peraturan tertulis yang mengikat. “Bunga ditetapkan oleh asosiasi secara bersama-sama menggunakan acuan tertentu, dan berdasarkan riset kami pada beberapa fintech rata-rata tingkat bunga mereka 10 persen sebulan,” ucapnya.
Di satu sisi, KPPU memahami jika terdapat risiko yang cukup tinggi melekat pada pinjaman fintech lending. “Kami mengkaji penyebabnya kenapa bisa setinggi itu, karena rasanya di luar negeri juga bunganya tidak setinggi itu,” kata dia.
Firman melanjutkan tingkat bunga tinggi yang seragam ditemukan di pelaku fintech lending itu yang kemudian memantik adanya potensi kartel. Pasalnya, jika persaingan usaha terjadi dengan sehat, maka besaran suku bunga akan bervariasi, dan kompetitif sebab akan berdampak pada pilihan konsumen.
Firman mengatakan dalam waktu dekat KPPU juga akan mengundang AFPI untuk melakukan audiensi membahas hal ini. “Ini penting untuk dilakukan karena ekonomi digital adalah salah satu sektor yang strategis dan industri fintech ini semakin lama tumbuhnya semakin besar, jadi kami harus segera meneliti."
Sementara itu, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi tak menampik jika bisnis model fintech lending ini rawan potensi kartel. Sebab, bisnis model yang digunakan menyerupai market place yaitu secara umum bertindak sebagai perantara atau broker bisnis, dalam hal ini mempertemukan pemilik dana atau pemberi pinjaman (lender) dengan penerima pinjaman (borrower).
<!--more-->
“Sehingga pada akhirnya cenderung menimbulkan biaya tinggi, serta mudah diarahkan pada godaan praktek monopoli atau kartel,” kata dia kepada Tempo.
Namun, Hendrikus menuturkan dalam konteks fintech lending penyelenggara fintech tak memiliki kekuatan untuk menetapkan harga atau biaya bunga pinjaman. “Mereka hanya menjodohkan selanjutnya setiap pihak bersepakat untuk saling mengikat secara legal.” Ihwal pengaturan bunga pinjaman, OJK tidak terlalu jauh masuk meregulasi fintech lending atau menerapkan prinsip self regulatory dengan tetap memberikan pengawasan dan pendampingan.
Dia menjelaskan untuk melindungi kepentingan konsumen dalam code of conduct AFPI telah ditetapkan bahwa toal bunga dan biaya pinjaman melalui fintech lending legal yang disepakati antara lender dan borrower tak boleh melampaui 0,8 persen per hari. “Biaya yang dikenakan mencakup biaya verifikasi kebenaran data pengguna, biaya uji scoring dan biaya operational collection,” ucapnya.
Hendrikus mengatakan kajian KPPU dalam menguji dugaan kartel atau monopoli dalam fintech lending membutuhkan pemahaman yang lebih baik mengenai praktek marketplace lending yang jauh berbeda dengan bisnis modal pinjaman konvensional, seperti milik perbankan yang umum dikenal selama ini. “Dalam industri fintech lending, tingkat bunga sepenuhnya menjadi kesepakatan demokratis antara lender dan borrower.”
Penyelenggara fintech lending juga bukan tanpa upaya untuk menekan tingkat bunganya lebih efisien dan kompetitif. CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Tambunan mengatakan strategi yang dilakukan di antaranya adalah terus memperbanyak jumlah pemberi pinjaman (lender). “Ini bisa lender ritel atau institusional,” katanya. Meski demikian, menurut Ivan pada akhirnya tingkat suku bunga pinjaman tetap ditentukan berdasarkan profil risiko penerima pinjaman dan produk pinjaman terkait. “Sejauh ini rata-rata bunga yang diberikan Akseleran sebeesar 18-21 persen per tahun atau 1,5-1,75 persen per bulan,” ujar dia.
GHOIDA RAHMAH