Sri Mulyani Pelajari Laporan Soal Ancaman Krisis Keuangan Asia

Jumat, 23 Agustus 2019 10:36 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2019. Rapat kerja tersebut membahas pengesahan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Bea Materai dan BPJS Kesehatan. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mempelajari laporan terbaru dari firma konsultan global, McKinsey & Co yang berjudul “Signs of Stress in The Asian Financial System”. Lewat laporan tersebut, McKinsey memperingatkan negara-negara Asia Pasifik agar mewaspadai terulangnya krisis keuangan dan krisis utang Asia pada 1997.

“Kalau ada laporan-laporan seperti itu, kami akan melihat apakah berbeda dari sisi bacaannya, dari kami,” kata dia saat ditemui usai acara peluncuran Modul Penerimaan Negara (MPN) Generasi Ketiga di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Jumat, 23 Agustus 2019.

Menurut dia, laporan dari McKinsey ini memuat keseluruhan kinerja dari negara Asia dan negara berkembang lainnya. Sehingga, Kemenkeu bisa melakukan perbandingan satu sama lain.

Selain itu, kata dia, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus mengamati perekonomian dalam negeri. “Dari sisi sektor keuangan, perbankan, non-bank, dan bagaimana korporasi secara umum,” kata dia.

Dalam laporannya, ada berbagai faktor yang digarisbawahi oleh McKinsey. Di antaranya yaitu meningkatnya utang, tekanan dalam pembayaran pinjaman, hingga berlangsungnya praktik shadow banking atau praktik perbankan oleh lembaga keuangan dari lembaga keuangan non-bank.

Sebelum menyampaikan laporan ini, McKinsey telah memeriksa neraca keuangan 23 ribu perusahaan di sebelas negara Asia Pasifik. Mereka kemudian menemukan sebagian besar perusahaan ini mengalami “tekanan signifikan” dalam membayar utang mereka sendiri. Di Cina dan India, tekanan itu bahkan meningkat sejak 2007.

Selain itu, McKinsey melihat utang jangka panjang di perusahaan-perusahaan ini memiliki interest coverage ratio (ICR) atau rasio utang yang kurang dari 1,5 kali. Dalam kondisi ini, perusahaan pun harus menggunakan sebagian besar dari pendapatan mereka untuk membayar utang. Temuan ini muncul pada 2017 di Cina, India, dan Indonesia, di mana lebih dari 25 persen utang jangka panjang perusahaan memiliki ICR kurang dari 1,5.

“Apakah ini cukup untuk memicu krisis baru, masih harus dilihat,” demikian kata Senior Partner McKinsey Joydeep Sengupta dan Archana Seshadrinathan dikutip dari laman Bloomberg. Meski demikian, keduanya menilai pemerintah dan dunia bisnis perlu memantau penyebab potensial dari ancaman krisis baru ini.

FAJAR PEBRIANTO | BISNIS

Berita terkait

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

1 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

1 hari lalu

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kekuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk efektivitas transisi energi.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Ikappi Respons Isu Pembatasan Operasional Warung Madura, Tips Hindari Denda Barang Impor

2 hari lalu

Terkini Bisnis: Ikappi Respons Isu Pembatasan Operasional Warung Madura, Tips Hindari Denda Barang Impor

Ikappi merespons ramainya isu Kementerian Koperasi dan UKM membatasi jam operasional warung kelontong atau warung madura.

Baca Selengkapnya

Respons Sri Mulyani Soal Sorotan Publik ke Bea Cukai, Berikut Tips Hindari Denda Barang Impor

3 hari lalu

Respons Sri Mulyani Soal Sorotan Publik ke Bea Cukai, Berikut Tips Hindari Denda Barang Impor

Kerap kali barang impor bisa terkena harga denda dari Bea Cukai yang sangat tinggi. Bagaimana respons Menteri Keuangan Sri Mulyani?

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

3 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

3 hari lalu

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (Bea Cukai) mendapat kritik dari masyarakat perihal sejumlah kasus viral.

Baca Selengkapnya

Minta Perbaikan Kinerja, Pernyataan Lengkap Sri Mulyani tentang Alat Belajar SLB Dipajaki Bea Cukai

3 hari lalu

Minta Perbaikan Kinerja, Pernyataan Lengkap Sri Mulyani tentang Alat Belajar SLB Dipajaki Bea Cukai

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tanggapi kasus penahanan hibah alat belajar SLB oleh Bea Cukai.

Baca Selengkapnya

Beberapa Kasus Terkait Bea Cukai yang Menghebohkan Publik

4 hari lalu

Beberapa Kasus Terkait Bea Cukai yang Menghebohkan Publik

Bea cukai sedang disorot masyarakat. Ini beberapa kasus yang membuat heboh

Baca Selengkapnya

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

4 hari lalu

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan terdapat tiga hal utama dari pertemuan tersebut, yaitu outlook dan risiko ekonomi global.

Baca Selengkapnya

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

5 hari lalu

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

Sri Mulyani merespons soal berbagai kasus pengenaan denda bea masuk barang impor yang bernilai jumbo dan ramai diperbincangkan belakangan ini.

Baca Selengkapnya