Darmin Nasution Tantang Uni Eropa Buktikan Sawit Indonesia Dapat Subsidi
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 1 Agustus 2019 16:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menantang negara-negara Uni Eropa untuk membuktikan bahwa Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit atau crude palm oil atau CPO. Menurut dia, Indonesia tak perlu harus uringan-uringan membuktikannya ke publik.
“Buktikan saja, dia yang harus buktikan loh, bukan kita,” kata Darmin saat ditemui saat ditemui dalam acara Pekan Riset Sawit Indonesia 2019 yang diadakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Agustus 2019.
Sebelumnya, produk biodiesel asal Indonesia dikenai bea masuk sebesar 8—18 persen oleh Uni Eropa atau UE. Kebijakan itu berlaku sementara per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Biodiesel Indonesia dikenai bea masuk karena UE menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit itu. Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir.
Adapun bea masuk tersebut akan diberlakukan untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen, dan Permata Group sebesar 18 persen.
Persoalan sengketa sawit dengan Uni Eropa bukan baru kali ini terjadi. Pada 2018, Uni Eropa melayangkan gugatan ke Organisasi Dagang Dunia alias World Trade Organization atau WTO. Tuduhan yang disampaikan adalah Indonesia memberi subsidi kepada industri sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit.
"Kita ke WTO dan pada 2018 menang, bagaimana bisa BPDP disebut subsidi? Itu kan kita pungut dan ada akuntasi-nya benar," kata Darmin. Uni Eropa, kata dia, tak bisa membuktikan Indonesia memberi subsidi terhadap sawit.
Namun kini, Darmin menyadari pihak Uni Eropa semakin meluas. Pengaduan yang disampaikan, kata dia, mulai menyasar ke jenis-jenis kebijakan lainnya yang diberlakukan pemerintah Indonesia pada industri sawit. “Mulai lebih sophisticated, jadi dia mulai masuk cari-cari apa saja yang bisa dikapitalisasi,” kata dia,