Direktur Utama Garuda Indonesia yang baru I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra. ANTARA
TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Utama PT Garuda Indonesia Persero Tbk. I Gusti Ngurah Askhara atau Ari Askhara mengakui ada penurunan saham setelah laporan keuangan perseroannya dinyatakan salah oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Saham perusahaan dengan emiten GIAA itu tercatat melorot 7,5 persen pada penutupan perdagangan, Jumat, 28 Juni 2019.
“Soal saham turun (7,5 persen), itu adalah individual. Sedangkan pemegang saham besar, kami melihat masih baik,” ujar Ari di kantor pusat Garuda Indonesia, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Ahad, 30 Juni 2019.
Adapun berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia alias BEI pada Jumat lalu, harga saham GIAA ditutup Rp 366 per lembar saham. Nilai itu merosot 30 poin dibandingkan pad pembukaan pada hari yang sama, yakni Rp 396 per lembar saham.
Pergerakan harga saham GIAA pada hari itu sempat menyentuh angka tertinggi, yakni Rp 400 per lembar saham. Sedangkan frekuensi perdagangan pada akhir Juni tercatat sebanyak 6.895 kali dengan nilai Rp 25,7 miliar.
Ari menekankan, meski ada kemerosotan saham, kinerja perusahaan tak terpengaruh. Di sisi lain, Garuda Indonesia masih akan menyiapkan sejumlah terobosan untuk perbaikan layanan. Misalnya melakukan penambahan fasilitas hiburan di dalam kabin pesawat. Garuda juga akan menggenjot pendapatan dari penjualan tiket pesawat dan kargo.
Garuda Indonesia sebelumnya dinyatakan bersalah dan wajib membayar denda laporan keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK serta BEI. Total denda yang mesti dibayarkan maskapai pelat merah itu Rp 1,25 miliar dengan rincian Rp 1 miliar dibayarkan kepada OJK dan Rp 250 juta lainnya kepada BEI.
Perseroan mulanya terlilit perkara atas kasus laporan keuangan tahunan 2018 yang dimasalahkan kedua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Keduanya menyatakan ogah menandatangani laporan keuangan 2018 yang disampaikan kepada publik pada 5 April lalu lantaran terkesan dibedaki.
Dalam laporan itu, Garuda mengaku meraih laba sekitar US$ 5 juta pada 2018 setelah tahun sebelumnya merugi hingga US$ 213 juta. Perseroan kala itu mengakui piutang sebagai laba perusahaan pada 2018. Piutang ini terkait pengadaan layanan hiburan di dalam pesawat dan konektivitas Wi-Fi yang melibatkan PT Mahaka Aero Teknologi.