Wacana Open Sky,Menhub: Manajemen Maskapai Dalam Negeri Berbenah
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 6 Juni 2019 07:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta perusahaan maskapai dalam negeri membenahi manajemennya untuk menyikapi kemungkinan masuknya maskapai asing ke Indonesia alias open sky. Budi Karya memandang, maskapai Indonesia mesti mengatur skema tarif tiket yang dijual ke pasar.
BACA: Jokowi Ingin Undang Maskapai Asing, Ini Saran JK
"Kalau ada satu koreksi internal, buat subprices (kelas harga)," ujar Budi Karya saat ditemui di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra IV, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Juni 2019.
Kelas harga dalam penjualan tiket pesawat dianggap penting agar tarif yang ditawarkan dapat menjangkau semua lapisan. Adapun subprices yang dimaksud oleh Budi Karya ialah variasi harga untuk layanan kelas ekonomi angkutan niaga berjadwal.
Budi mencontohkan, untuk satu rute, maskapai dapat membaginya dalam tiga ragam harga. Di antaranya harga sesuai dengan aturan tarif batas atas, harga 80 persen dari TBA, dan harga yang hanya 60 persen dari TBA.
BACA: Wacana Open Sky, Pengamat: Bukan Momok bagi Maskapai Nasional
Pengaturan harga, menurut Budi Karya, layak dipertimbangkan supaya bisnis maskapai dalam negeri tak tergerus maskapai asing. Sebab, besar kemungkinan maskapai asing akan menerapkan skema tersebut dalam penjualan tiketnya bila membuka perusahaannya di Tanah Air.
Wacana open sky sebelumnya dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo. Jokowi meminta Menteri Perhubungan mengundang maskapai asing masuk pasar dalam negeri sebagai solusi menurunkan harga tiket pesawat.
Dengan masuknya perusahaan berbendera luar negeri ke Tanah Air, bursa bisnis penerbangan makin kompetitif. "Ada satu keseimbangan baru antara demand and supply. Harga bisa lebih kompetitif," tuturnya.
Namun, untuk mewujudkan open sky, perusahaan asing mesti memenuhi asas cabotage. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Bidang Usaha yang Tertutup, Bidang Usaha yang Terbuka, dan Bidang Penanaman Modal, minimal 51 persen porsi perusahaan maskapai asing yang membuka cabangnya di Tanah Air mesti dimiliki oleh Indonesia. "Sistemnya ownership," ucapnya.
Selain itu, maskapai mesti menyediakan penerbangan dengan pesawat propeler atau perintis untuk remote-remote area. Penerbangan propeler berguna untuk membuka konektivitas daerah terluar. "Jadi ada cross-subsidi kalau maskapai masuk ke Indonesia," ucapnya.