Debat Terakhir Capres, Isu Utang Berpeluang Ikut Dibahas
Reporter
Dias Prasongko
Editor
Dewi Rina Cahyani
Sabtu, 13 April 2019 16:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Isu mengenai utang pemerintah berpeluang bakal menjadi salah satu isu yang mencuat dalam debat terakhir capres pada Sabtu, 13 April 2019 di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Selatan. Apalagi selama ini utang menjadi salah satu isu yang selalu disampaikan oleh kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Baca juga: Kata Polisi Soal Periksa 10 Saksi Ledakan di Nobar Debat Capres
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin pun menyebut paslon nomor urut 01 akan meluruskan isu terkait pertumbuhan ekonomi serta isu utang luar negeri dalam debat terakhir capres. "Kami akan menjelaskan, soal utang yang dikelola dengan prudent dan sektor produktif, maka semua itu tidak akan menjadi masalah," ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Johnny G. Plate lewat keterangannya pada Kamis, 11 April 2019.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto pun dalam berbagai kesempatan sering menyinggung mengenai utang pemerintah. Paling mutakhir ketua umum Partai Gerindra ini menyinggung soal menteri keuangan sebaiknya diganti sebagai menteri pencetak uang.
Dia berujar penggantian sebutan ini karena utang Indonesia terus bertambah banyak."Utang menumpuk terus, kalau menurut saya jangan disebut lagi lah ada Menteri Keuangan, mungkin Menteri Pencetak Utang," kata Prabowo di acara Deklarasi Nasional Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia untuk Pemenangan Prabowo-Sandi di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Sabtu 26 Januari 2019.
Anggota Dewan Pengarah BPN Dradjad Wibowo pun menjelaskan alasan kubu Prabowo-Sandiaga kerap mengungkit soal utang pemerintah. Kendati rasio utang Indonesia sebenarnya masih berada pada batas aman. "Memang benar debt ratio masih rendah dan aman untuk ukuran dunia, masalahnya tax ratio Indonesia terlalu rendah dan tergolong paling rendah di dunia," ujar Dradjad dalam pesan singkat kepada Tempo, Jumat, 1 Februari 2019.
Akibat rendahnya rasio pajak itu, pembayaran utang, baik pokok maupun bunganya, memakan porsi yang terlalu besar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Persoalan itu merembet kepada banyaknya program yang seharusnya bisa dibiayai APBN namun menjadi tidak bisa karena duitnya dipakai membayar utang.
Selain itu, Dradjad menilai tambahan nominal utang selama pemerintahan Presiden Jokowi terlalu tinggi. Dampaknya, beban pembayaran utang di masa mendatang semakin besar. Di sisi lain, Indonesia masih gagal menaikkan rasio perpajakan yang terus turun selama 2015 hingga 2017. "Untuk tahun 2018, tax ratio diklaim 11,5 persen, tapi saya masih belum percaya klaim ini."
DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI P | CAESAR AKBAR
Baca berita lainnya tentang debat terakhir capres di Tempo.co.