2018, Pendapatan Bersih Krakatau Steel Naik Jadi USD 1,73 M
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 3 April 2019 12:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Silmy Karim mengatakan pada tahun 2018 terjadi kenaikan pendapatan bersih perseroan seiring dengan kenaikan jumlah volume penjualan. Dia mengatakan pendapatan bersih meningkat 20,05 persen year on year menjadi US$ 1,73 miliar.
Baca: Dirut Silmy Karim Sesalkan Ada Direktur Krakatau Steel Kena OTT KPK
Adapun volume penjualan meningkat 12,84 persen yakni sebesar 2,14 juta ton baja jika dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,90 juta ton. “Sepanjang 2018 perseroan cukup merasakan kenaikan harga jual produk baja," kata Silmy dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu, 3 April 2019.
Silmy mengatakan rata-rata harga jual produk HRC meningkat 10,03 persen menjadi US$ 657 per ton, CRC naik 6,72 persen menjadi US$ 717 per ton, dan Wire Rod meningkat 15,03 persen menjadi US$ 635 per ton. "Ini adalah salah satu ciri bahwa pasar baja domestik membaik,” ujarnya.
Menjelang akhir tahun lalu, perseroan juga telah menandatangani kesepakatan dengan sejumlah BUMN karya tentang penggunaan baja dalam negeri untuk proyek-proyek yang dijalankan oleh pemerintah. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja Perseroan ke depan. Pada proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek atau Japek II Elevated Toll Road suplai baja Perseroan per Desember 2018 telah mencapai 151.090 ton.
Perpanjangan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Hot Rolled Coil (HRC) yang diimpor dari Republik Rakyat Cina, India, Rusia, Kazakhstan, Belarusia, Taiwan dan Thailand juga dianggap sebagai hal positif. Pasalnya, mulai tahun ini, perseroan merencanakan untuk menambah jumlah porsi penjualan ekspor yakni sebesar 650 ribu ton HRC/P ke Malaysia, India dan negara lainnya.
Pada bulan Maret 2019 ini, sebanyak 12 ribu ton HRC/P telah diekspor ke Malaysia. "Hal itu seiring dengan kebijakan otoritas setempat yang menyatakan dicabutnya aturan anti dumping bagi Indonesia karena ketiadaan produsen HRC dalam negeri Malaysia," ujarnya.
Baca: Rugi USD 37 Juta, Krakatau Steel Keluhkan Maraknya Baja Impor