Keuangan Gelap, Pemerintah Perlu Kaji Ulang Insentif Ekspor Impor

Sabtu, 30 Maret 2019 04:35 WIB

Kinerja Ekspor - Impor Indonesia 2018 (Miliar USD)

TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga riset Prakarsa menyatakan pemerintah perlu mengkaji mendalam kebijakan insentif ekspor impor, terutama untuk komoditas strategis yang menyumbang nilai ekspor besar bagi Indonesia. Solusi itu dinilai perlu untuk menyelesaikan masalah aliran keuangan gelap dari ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia.

BACA: Prakarsa: Aliran Keuangan Gelap Keluar RI Terbesar di Batu Bara

"Kebijakan pemberian insentif fiskal seperti pembebasan bea masuk, tax holiday, hingga tax allowance yang jor-joran berpotensi menciptakan celah yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan pengelakan dan penghindaran pajak secara lebih masif," ujar peneliti Prakarsa Widya Kartika saat memaparkan penelitiannya di Restoran Madame Delima, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019.

Di samping itu, ia menyarankan pemerintah dan parlemen segera melakukan perubahan regulasi perpajakan, kepabeanan, dan perdagangan lintas negara, serta melakukan peninjauan kembali perjanjian perpajakan dengan negara-negara lain. Dengan demikian potensi hilangnya penerimaan negara dari pajak dan non-pajak dapat dicegah dengan lebih baik.

BACA: Aliran Duit Gelap, RI Berpotensi Kehilangan Pajak USD 11 M

Advertising
Advertising

Sebelumnya, hasil riset Prakarsa menyebut adanya aliran gelap yang keluar dan masuk ke Indonesia dari enam komoditas unggulan ekspor membuat Tanah Air berpotensi kehilangan penerimaan pajak mencapai US$ 11,1 miliar. Enam komoditas itu antara lain batubara, minyak sawit, karet, udang-udangan, tembaga, dan kopi.

"Potensi terbesar hilangnya penerimaan berasal dari batubara yaitu 5,32 miliar dolar Amerika Serikat," ujar Widya. Potensi itu dihitung berdasarkan data ekspor pada kurun waktu 1989-2017.

Dalam penelitian itu, Prakarsa mengolah data dari United Nations Comtrade Database dengan klasifikasi harmonize system. Untuk mengestimasi aliran keuangan gelap, ia menggunakan pendekatan global financial integrity yang menghitung kesalahan tagihan perdagangan baik berupa over-invoicing maupun under-invoicing.<!--more-->

Selain dari batubara, kerugian lain yang juga cukup besar diakibatkan praktik ekspor under-invoicing pada komoditas minyak sawit dan karet yang jika dijumlahkan mencapai US$ 4 miliar. Sementara, ekspor under-invoicing pada tiga komoditas lain menyebabkan potensi kerugian di bawah US$ 1 miliar. "Angka ini dihitung berdasarkan total ekspor under-invoicing pada tahun tersebut dengan tarif PPh badan pada tahun tersebut," kata Widya.

Untuk memitigasi kerugian itu, Widya mengatakan pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan eksportir. Pengawasan itu juga perlu difokuskan kepada komoditas tertentu, seperti batu bara dan kelapa sawit, yang paling tinggi potensi terjadinya praktik aliran keuangan gelap. Di samping pemerintah dinilai perlu segera membangun kolaborasi lintas aktor untuk mengatasi perkara itu.

Senada dengan Widya, Peneliti dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastadi menyebut perlunya pemerintah mengkaji kembali insentif ekspor guna menanggulangi persoalan itu. "Itu menyebabkan over influencing jadi dia berorientasi ekspor lalu besarannya dinaikkan, harganya dinaikkan untuk dapat bea masuk impor lebih rendah, kecenderungan ini menimbulkan distorsi," kata dia.

Belum lagi, dari insentif fiskal itu, pemerintah justru harus keluar duit untuk memberi insentif ekspor. Sementara, dari sisi konsumen, mereka juga tak diuntungkan. "Consument surplus itu berdasarkan penelitian empiris berkurang," ujar dia. Ditambah, subsidi ekspor kemungkinan retaliasi dari negara tujuan.

Fithra lebih menyarankan adanya penguatan hubungan perdagangan bilateral maupun regional melalui perjanjian dagang guna mengurangi adanya aliran dana ilegal. Ia berujar langkah itu terbukti berdampak dari hubungan dagang dengan Cina. Pada 2010, ketika belum ada perjanjian dagang Asean dan Cina, perbedaan statistik dagang Indonesia dan Cina bisa mencapai US$ 10 miliar.

"Tapi dengan adanya perjanjian itu, perbedaan statistik memudar. Jadi hipotesis saya dengan adanya FTA atau kerjasama komprehensif regional bisa mengurangi kecenderungan lalu lintas uang ilegal," tutur Fithra.

Baca berita tentang ekspor lainnya di Tempo.co.

Berita terkait

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

17 jam lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya

Viral Kasus Bea Masuk Rp 31 Juta Satu Sepatu, Dirjen Bea Cukai: Itu Termasuk Denda Rp 24 Juta

19 jam lalu

Viral Kasus Bea Masuk Rp 31 Juta Satu Sepatu, Dirjen Bea Cukai: Itu Termasuk Denda Rp 24 Juta

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan kasus pengenaan bea masuk Rp 31 juta untuk satu sepatu sudah sesuai aturan.

Baca Selengkapnya

Mendag Zulkifli Hasan Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 4,47 Miliar, Impor Barang Modal Laptop Anjlok

1 hari lalu

Mendag Zulkifli Hasan Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 4,47 Miliar, Impor Barang Modal Laptop Anjlok

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan klaim neraca perdaganga Indonesia alami surplus, ada beberapa komoditas yang surplus dan ada beberapa yang defisit.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

1 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

1 hari lalu

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan impor untuk komoditas bahan baku plastik kini tidak memerlukan pertimbangan teknis lagi.

Baca Selengkapnya

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

2 hari lalu

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

Inggris dan ASEAN bekerja sama dalam program baru yang bertujuan untuk mendorong integrasi ekonomi antara negara-negara ASEAN.

Baca Selengkapnya

Najeela Shihab Sayangkan Literasi Keuangan Anak Masih Rendah, Tapi Akses Keuangan Sudah Tinggi

2 hari lalu

Najeela Shihab Sayangkan Literasi Keuangan Anak Masih Rendah, Tapi Akses Keuangan Sudah Tinggi

Najeela Shihab menilai kualitas hubungan dalam keluarga sangatlah menentukan kemampuan seseorang untuk punya literasi keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

3 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hari Kartini, OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi Keuangan Perempuan

3 hari lalu

Hari Kartini, OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi Keuangan Perempuan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen meningkatkan edukasi literasi keuangan untuk perempuan.

Baca Selengkapnya

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

3 hari lalu

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

Kepala Eksekutif OJK Friderica Widyasari Dewi memberikan sejumlah tips yang dapat diterapkan oleh ibu-ibu dalam menyikapi isi pelemahan rupiah.

Baca Selengkapnya