Gubernur BI: Impor Melonjak karena Lupa Produksi di Dalam Negeri
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 4 Maret 2019 14:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyayangkan saat ini ketika aliran investasi masuk ke dalam negeri tumbuh, laju impor juga cukup tinggi. Meskipun impor kebanyakan untuk barang modal dan bahan baku, menurut Perry, hal tersebut secara tak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Baca: Defisit Perdagangan Melebar, Pengamat: Impor Belum Bisa Dikontrol
Perry menjelaskan, tingginya impor saat ini karena sejak dulu hingga kini kalangan pengusaha terlena akibat lonjakan harga komoditas di masa lampau. Akibatnya, pengusaha cenderung mengekspor barang mentah dan lupa memproduksi barang jadi di dalam negeri.
"Lupa memproduksi dalam negeri. Sehingga saat sekarang investasi naik, impornya naik. Meski impornya bagus untuk barang modal dan bahan baku," ujar Perry Warjiyo di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Senin, 4 Maret 2019.
Menurut Perry, barang modal dan bahan baku sebetulnya bisa diproduksi di dalam negeri karena banyak sumber daya alam yang dimiliki. Dia lalu mempertanyakan impor baja padahal Indonesia punya nikel dan bahan lainnya.
Oleh karena itu, kata Perry Warjiyo, pemerintah dan BI menganggap produksi dalam negeri itu penting ditingkatkan, untuk memberi nilai tambah dari sebuah produk. "Supaya kalau investasi naik, impornya tidak setinggi saat ini. Sehingga pertumbuhan ekonominya bisa lebih tinggi."
Hal itu Perry sampaikan dalam Bank Indonesia’s Strategy to strengthen and grow Indonesia’s economy,” yang dihadiri sekitar 100 Chief Executive Officer (CEO) dan pimpinan perusahaan-perusahaan publik nasional.
Namun demikian, Perry Warjiyo menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih cukup kuat terutama bila dibandingkan negara-negara lain yang tak tahan dari dampak tekanan ekonomi dunia. Akhirnya, kata dia, Turki, Brasil krisis dan Afrika Selatan hampir juga terkena.
"Alhamdulillah kita tahan. Bahkan kita tidak hanya menjaga stabilitas, tapi pertumbuhan ekonominya naik. Tahun lalu 5,17, tapi jangan dilihat itu saja, tapi komposisinya," ujar Perry.
<!--more-->
Perry Warjiyo mengatakan konsumsi rumah tangga tumbuh 5,05 persen. Kalaupun ada yang mempertanyakan pertumbuhan ekonomi yang diklaim pemerintah, menurut dia, kemungkinan yang dimaksud adalah tingkat konsumsi di kalangan masyarakat ekonomi menengah.
Sebab, pemerintah selama ini terus menggelontorkan sejumlah bantuan sosial bagi masyarakat kelompok ekonomi bawah agar tingkat konsumsi terus bisa naik. Hal berbeda terjadi pada masyarakat kelompok ekonomi menengah, tingkat pendapatannya turun karena uang tabungannya digunakan untuk membiayai konsumsi. "Untuk golongan bawah dan atas tidak terpengaruh," ujar Perry.
Menurut Perry Warjiyo, konsumsi di atas 5 persen dan investasi tumbuh 6,7 persen merupakan kombinasi yang bagus. Khusus untuk investasi konstruksi tumbuh cukup tinggi di atas 8 persen, juga non konstruksi naik. Walhasil jika pertumbuhan konsumsi rumah tangga dengan investasi dijumlah, pertumbuhan domestik itu tumbuh 5,5 persen.
Baca: Jokowi-Prabowo Bicara Unicorn, 90 Persen Produk E-Commerce: Impor
Namun secara keseluruhan ternyata pertumbuhan ekonomi hanya mentok 5,17 persen. "Ekspornya meski kita genjot-genjot, hanya 6,5 persen. Ditambah pada saat yang sama investasi tinggi, impor tinggi," ujar Perry Warjiyo.