Batasan Gaji Penerima KPR FLPP Naik, Ekonom Beberkan Resikonya
Reporter
Bisnis.com
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 22 Februari 2019 11:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan batas maksimal gaji penerima Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi Rp8 juta dinilai membawa dampak negatif. Pasalnya, tujuan kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi dengan skema FLPP yang semula mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dikhawatirkan akan menjadi bergeser.
Simak: PUPR Naikkan Batasan Penerima FLPP Jadi Rp 8 Juta, Ini Kata REI
Selain berpotensi menggerus pasar kredit pemilikan rumah (KPR) nonsubsidi yang sudah ada, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan revisi tersebut juga berpotensi membuat penyaluran rumah subsidi menjadi tidak tepat sasaran.
"Tujuan KPR FLPP untuk dorong MBR juga menjadi bergeser. Masih banyak ASN [aparatur sipil negara] yang bergaji relatif rendah yang membutuhkan rumah," katanya kepada Bisnis, Jumat 22 Februari 2019.
Menurut Bhima, dengan kenaikan batas gaji, bank akan cenderung memilih ASN dengan kemampuan finansial yang lebih baik, sehingga target penyaluran rentan kurang tepat sasaran.
Selain itu, kondisi ini juga dikhawatirkan justru menurunkan pertumbuhan kredit KPR bank secara umum. "Dengan kata lain nasabah tidak bertambah tapi hanya bergeser, artinya efek kepada pertumbuhan KPR justru negatif," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tengah memproses revisi aturan terkait kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Revisi tersebut mencakup relaksasi persyaratan batasan gaji penerima KPR subsidi dari sebelumnya maksimal Rp4 juta menjadi Rp8 juta. Penaikan batasan gaji tersebut didasari tujuan untuk mempermudah ASN hingga golongan III memiliki rumah bersubsidi.