BPS: Defisit Perdagangan Naik pada Januari 2019 Jadi USD 1,16 M
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 15 Februari 2019 11:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik mengumumkan defisit perdagangan pada Januari 2019 sebesar US$ 1,16 miliar. Angka itu naik tipis ketimbang pada Desember 2018 yang sebesar US$ 1,03 miliar.
BACA: Jokowi: Pemerintah Rutin Bayar Iuran PBI BPJS Kesehatan
"Disebabkan oleh defisit di sektor migas (minyak dan gas), serta non-migas," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Jumat, 15 Februari 2019. Angka defisit itu juga naik bila dibandingkan dengan Januari 2018 yang sebesar US$ 756 juta.
Di sektor migas, kata Suhariyanto, Indonesia hanya mengalami surplus untuk komoditas gas. Sementara untuk minyak mentah dan hasil minyak, neraca perdagangannya defisit.
BACA: BI: Pelemahan Rupiah Bukan Karena Defisit Transaksi Berjalan
Pada Januari 2019, nilai ekspor migas adalah sebesar US$ 1.234,7 juta, dengan rincian ekspor minyak mentah US$ 72,1 juta, hasil minyak US$ 75,1 juta, dan gas US$ 1.087,5 juta. Sedangkan nilai impor migas adalah US$ 1.689,5 juta, dengan rincian impor minyak mentah US$ 455,7 juta, hasil minyak US$ 1.056,2 juta, dan gas US$ 177,6 juta.
Dengan demikian, sektor migas mengalami defisit sebesar US$ 454,8 juta, dengan rincian, defisit perdagangan minyak mentah US$ 383,6 juta, hasil minyak US$ 981,1 juta, dan gas surplus US$ 909,9. Adapun pada sektor non migas defisit US$ 704,7 juta lantaran komposisi ekspor US$ 12.634,3 juta dan impor US$ 13.339 juta.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mendorong ekspor nonmigas agar neraca perdagangan tidak lagi mengalami defisit yang terlalu lebar.
"Yang perlu betul kita lakukan adalah mendorong ekspor nonmigas," kata Darmin saat ditemui di Jakarta, Selasa, 16 Januari 2019. Karena itu, Darmin mengingatkan perlunya upaya mendorong ekspor nonmigas. Pemerintah telah melakukannya terutama ke pasar nontradisional seperti Afrika yang sedang tumbuh meski hasilnya tidak terlihat dalam waktu cepat.
Menurut Darmin, kondisi ekspor nonmigas saat ini ikut terpengaruh kondisi global. "Masalahnya tidak cukup banyak barang yang bisa kita ekspor. Ekspor kita selama ini yang hasilnya bagus malah lambat, negatif pula, seperti CPO," ujarnya.
Selain itu, impor ikut tercatat tumbuh tinggi karena banyak bahan baku maupun modal yang dibutuhkan untuk pembangunan dan barang-barang lainnya yang tidak diproduksi di dalam negeri. "Ekonomi kita itu tumbuh dengan baik. Tidak seperti tahun-tahun lalu. Sehingga mau tidak mau impornya tumbuh dengan cepat. Kalau ekonomi tidak jalan, impornya tidak akan begitu," kata Darmin.
Dia juga berharap kebijakan untuk mengurangi impor solar dengan kebijakan mandatori B20 bisa mulai memperlihatkan hasil. "Migas bukan sesuatu yang mudah, karena itu kebutuhan kita. Sementara pertumbuhan nonmigas tidak mampu mengimbangi," ujar Darmin.
Baca berita tentang Defisit lainnya di Tempo.co.