Respons Kubu Prabowo, Kemenkeu: Kebocoran Anggaran Dilihat dari..
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 10 Februari 2019 13:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menegaskan bahwa rasio pajak bukanlah alat ukur untuk menghitung kebocoran anggaran. Hal ini berkaitan dengan pernyataan tim pemenangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno yang menyebut penurunan rasio pajak sebagai bukti kebocoran anggaran negara. "Itu keliru," ujar dia dalam laman Facebook-nya, Sabtu, 9 Februari 2019.
Baca: Janji Turunkan Harga Daging, Prabowo: Bisa Rp 70 Ribu per Kg
Nufransa mengatakan rasio pajak adalah perbandingan antara penerimaan negara dari sektor perpajakan dengan Produk Domestik Bruto. Rasio ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebijakan perpajakan, termasuk tarif pajak, efektivitas pemungutan pajak, berbagai insentif dan pengecualian pajak yang diberikan kepada pelaku ekonomi dan masyarakat, serta kemungkinan terjadinya pidana pajak seperti penghindaran dan penggelapan pajak.
"Rasio pajak juga menggambarkan mengenai tingkat kepatuhan pajak yang dipengaruhi oleh pendidikan dan pemahaman pajak dari masyarakat serta budaya kepatuhan pajak termasuk sistem penegakan hukum," kata Nufransa.
Selain sebagai alat mengumpulkan penerimaan negara, kata Nufransa, pajak juga merupakan instrumen kebijakan fiskal untuk mengelola ekonomi. Angka rasio pajak bisa naik atau turun seiring dengan kegiatan ekonomi yang diukur menggunakan PDB.
Dalam kondisi ekonomi lesu dan mengalami tekanan, misalnya dengan adanya penurunan harga komoditas atau resesi ekonomi, pemerintah dapat memberikan stimulus ekonomi dengan memberikan insentif pengecualian pajak, untuk memulihkan dan menggairahkan kembali pertumbuhan ekonomi.
"Dalam situasi tersebut, rasio pajak justru dibuat menurun," tutur Nufransa. Begitu juga dalam kondisi ekonomi mengalami overheating atau menggelembung tidak sehat, maka pajak dapat ditingkatkan dan diefektifkan untuk mengerem dan memperlambat perekonomian.
Jadi naik turunnya tax ratio, menurut Nufransa, adalah mencerminkan berbagai hal baik sebagai alat kebijakan fiskal maupun masalah struktural atau fundamental suatu perekonomian dan negara. "Menyatakan bahwa tax rasio menurun sebagai bentuk kebocoran anggaran jelas keliru, terlalu menyederhanakan masalah dan dapat menyesatkan masyarakat."
Nufransa melanjutkan angka rasio pajak di berbagai negara juga mengalami perubahan di setiap periode. Misalnya saja di Amerika Serikat di mana rasio pajak mencapai 28,2 pada tahun 2000 sebelum krisis keuangan dan menjadi 27,1 pada 2017 sebagai upaya stimulus mengembalikan pertumbuhan perekonomian.
Sementara itu, Nufransa mengatakan istilah kebocoran uang negara juga dapat diartikan secara luas dan multi dimensi. Kebocoran uang negara bisa disebabkan oleh kejahatan korupsi di semua cabang pemerintahan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sementara, istilah kebocoran anggaran lainnya adalah inefisiensi maupun kelemahan perencanaan.
"Itu bentuk penggunaan anggaran yang tidak optimal atau bahkan sia-sia, kelemahan jenis ini merupakan persoalan kapasitas dan kualitas birokrasi yang fundamental," ujar Nufransa. "Obatnya adalah reformasi birokrasi, membangun budaya transparansi dan akuntabilitas, dan membangun kompetensi birokrasi."
Untuk itu, Nufransa menyebut pemerintah terus memerangi berbagai kebocoran anggaran baik yang berbentuk kejahatan korupsi, maupun dalam bentuk infesiensi dan kelemahan kompetensi.
Baca: Prabowo Sebut 25 Persen Anggaran Pemerintah Bocor
Sebelumnya, dalam acara hari ulang tahun Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Prabowo mengatakan sebanyak 25 persen anggaran pemerintah Indonesia bocor. Ia mengatakan kebocoran itu salah satunya akibat maraknya penggelembungan harga yang dilakukan segelintir orang. Anggaran Indonesia, kata Prabowo, berpotensi hilang Rp 500 triliun. Dasar perhitungannya ialah 25 persen dari anggaran negara sebesar Rp 2.000 triliun.