Rencana Luhut Hapus Pajak Barang Mewah Kapal Yacht Dipersoalkan
Reporter
Tempo.co
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 30 November 2018 13:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan menghapus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM sebesar 75 persen pada kapal yacht mulai 1 Januari 2018 ditentang sejumlah pihak. Penolakan terhadap rencana penghapusan pajak tersebut di antaranya karena dinilai mengganggu rasa keadilan masyarakat.
Baca: Luhut Yakin Pemerintah Bakal Anggarkan Rp 200 Triliun untuk TNI
Adapun salah satu alasan pemerintah ingin menghapus PPnBM itu karena penerimaan pajak dari kapal yacht hanya sekitar Rp 10 miliar per tahun. "Kalau kita keluarin (dari daftar barang yang terkena PPnBM), ternyata pemasukannya banyak, perawatannya di sini, sewanya di sini," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 30 November 2018.
Penghapusan pajak bagi kapal yacht ini akan dilakukan dengan merevisi beberapa pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Saat ini, proses revisi sedang berjalan dan menunggu masukan dari Kementerian Parwisata.
Aturan detail soal pengenaan pajak ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2017. Dalam aturan ini, tak hanya kapal yacht yang dikenai pajak 75 persen, akan tetapi juga Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Penolakan akan rencana ini muncul dan viral di antaranya di media sosial Twitter. "Biarin daaaah yg punya yacht ga usah bayar pajak. Rakyat kecil aja yg bayar pajaknya. Hadeuuuh teori yg keblinger kalo menurut pemikiran saya," ujar @oom_haris, Jumat, 30 November 2018.
Tak hanya itu, ada juga netizen yang mempertanyakan kebijakan ini kepada Kementerian Keuangan. "Weleh2.... Kapal Yacht jelas2 hanya dimiliki kelompok kaum berduit. Pajak brg mewah Yacht sudah pasti bermanfaat tuk negara. Kenapa dihapuskan?? Gimana ini @KemenkeuRI?? Kok pemerintah makin sering bikin kebijakan yg gak adil ya...," seperti dikutip dari @OliviaCath1540,
Sementara itu, netizen lainnya, Bang Pino misalnya, menyebutkan masih banyak barang non mewah yang masih dikenai pajak. "Kapal ini harganya Milyaran bahkan hingga bs Trilyunan skrg tak kena pajak barang mewah lagi Motor butut saja hrs byr pajak, kena tilang PLN rumah ancaman dicabut," ujar @BangPino, pada Kamis sore, 29 November 2018.
Penolakan lainnya juga disampaikan oleh Rahmat Tafsir. "Duuuh..kok org kaya dipermudah.. knp mrk yg dtg diperhitungkan. Gak yg beli ya? Mobil aja banyak yg kena PPnBM masa yacht kagak sih..pdhl harganya di atas mobil..luar biasa," ujarnya melalui akun Twitter @Thanmust, Rabu, 28 November 2018.
Suara penolakan pun dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. "Saya tidak setuju dg rencana penghapusan PPnBM atas kapal yacht. Ingat maksud pengenaan PPnBM, salah satunya mengendalikan konsumsi dan memenuhi rasa keadilan masyarakat," ujarnya seperti dikutip dari cuitan di Twitter @prastow, Rabu, 28 November 2018.
Prastowo menilai sulit mengecualikan kapal yacht dari pengenaan PPnBM jika memperhatikan Undang-undang yang berlaku. "Kalau mau kasih insentif, tarifnya bisa diturunkan tapi jangan sampai tidak dikenakan. Maksud UU memang pertama-tama bukan penerimaan negara," katanya.
Pengenaan pajak untuk kapal yacht, menurut Prastowo, juga tetap bisa dilakukan misalnya tapi dengan sebelumnya dilakukan penggolongan. "Ada opsi: buat klasifikasi berdasarkan jenis/harga lalu tarifnya progresif. Dengan demikian bisa win-win. Yang untuk komersial bisa mendapat beban lebih ringan," tuturnya.
Baca: Selain Investasi, Luhut Ingin Cina Transfer Teknologi ke Indonesia
Lebih jauh Prastowo menilai jika kapal yacht dianggap sebagai barang modal, seharusnya bisa mendapat perlakuan pajak khusus pajak tapi bukan berarti dihapus PPnBM-nya. "Seharusnya kalau termasuk barang modal, bisa mendapat pembebasan beberapa jenis pajak sehingga efisien. Saatnya duduk bersama lalu disusun skema insentif yang tepat," katanya menanggapi rencana Luhut tersebut.
FAJAR PEBRIANTO