The Fed Naikkan Suku Bunga, Gubernur BI: CAD Masih Aman karena...
Reporter
Dias Prasongko
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 10 Oktober 2018 15:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah rencana The Federal Reserve atau The Fed akan terus menaikkan suku bunganya, Bank Indonesia atau BI memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) akan mencapai 2,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sampai akhir tahun 2018. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan angka tersebut masih berada di level aman karena berada di bawah 3 persen.
Baca: The Fed New York: Kebijakan Normalisasi Suku Bunga Berlanjut
"Kami melihat defisit transaksi berjalan tahun jni 2,9 persen dari PDB. Kalau dilihat di Indonesia, angka di bawah 3 persen adalah batas aman,” kata Perry Warjiyo dalam acara Central Banking Forum di The Conrad Hotel di sela-sela Pertemuan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali, Rabu, 10 Oktober 2018.
Bank Indonesia hari ini, mengelar sejumlah pertemuan dengan Bank Sentral Amerika atau The Federal Reserve (The Fed). Dalam acara ini, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo akan menyampaikan pidato dengan tema "Perkembangan Ekonomi Terkini Indonesia." Sedangkan dari The Federal hadir Presiden dan Chief Executive Officer, Federal Reserve Bank of New York, John Williams. Dia rencananya akan membahas mengenai "Perkembangan Terkini Kebijakan Moneter Amerika Serikat."
Dalam acara tersebut, Presiden dan Chief Executive Officer The Federal New York menyampaikan bahwa Bank Sentral Amerika Serikat masih akan melanjutkan kebijakan normalisasi (kenaikan) suku bunga. Kebijakan ini dilakukan di tengah-tengah kondisi ekonomi AS yang terus membaik sejak krisis finansial pada 2008. Selain itu, kebijakan ini dikeluarkan sejalan dengan dua tujuan penting pemerintah dan Bank Sentral AS untuk menjaga tingkat inflasi dan juga tingkat pengangguran.
Bank Indonesia mencatat, neraca pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018 defisit sebesar US$ 4,3 miliar. Defisit tersebut disumbangkan oleh peningkatan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang tercatat sebesar US$ 8 miliar atau 3,0 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Perry mengatakan, BI memproyeksi pada tahun depan defisit transaksi berjalan diharapkan berada di kisaran 2,5 persen dari PDB. Namun demikian, kata Perry, usaha tersebut mengalami sejumlah tantangan akibat ketidakpastian khususnya dari faktor global.
Tantangan tersebut kemudian ikut mempengaruhi pertumbuhan investasi baik langsung maupun tidak langsung. Kondisi tersebut yang kemudian turut mempengaruhi keseimbangan neraca pembayaran. Tantangan ini menekan tingkat pertumbuhan investasi portfolio di dalam negeri sehingga berimpak pada keseimbangan neraca pembayaran.
Dalam menghadapi kondisi ini untungnya, lanjut Perry, Bank Indonesia tidak sendiri. BI bersama pemerintah akan terus merespon dengan mengeluarkan kebijakan untuk menghadapi tantangan dan ketidakpastian global tersebut.
Dari sisi fiskal, pemerintah juga telah memiliki komitmen untuk terus mengurangi defisit transaksi lewat beberapa kebijakan. Misalnya, mandatori B20 untuk mengurangi impor minyak mentah, menaikkan PPh impor, mengeluarkan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri, penundaan proyek infrastruktur strategis nasional hingga menggenjot pendapatan devisa dari sektor industri pariwisata.
Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga, Harga Emas Meluncur ke Titik Terendah
Sementara itu, Perry juga menjelaskan dengan kondisi inflasi yang masih cukup rendah BI tak perlu lagi mengeluarkan kebijakan menaikkan tingkat suku bunga. Namun, kebijakan tersebut mesti dilakukan karena saat ini tengah menghadapi normalisaai kebijakan suku bunga dari The Fed. Sehingga perlu direspon dengan kebijakan yang serupa. "Jadi bukan karena kondisi makroekonomi domestik, tetapi karena global spillover," kata Perry.