OJK Menginginkan Investor Bank Muamalat Setor Dana Segar
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 29 September 2018 06:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menginginkan investor baru PT Bank Muamalat Indonesia Tbk membawa dana segar untuk memperkuat permodalan perseroan. Bank syariah pertama di Indonesia ini butuh suntikan dana sekitar Rp 408 triliun. “Pemegang saham gak mau tambah modal, ya harus cari investor,” ujar Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, Anto Prabowo, kepada Tempo, Kamis 27 September 2018.
Simak: Yusuf Mansur Blak-blakan Soal Kerja Samanya dengan Bank Muamalat
Menurut Anto, mencari investor tidak memandang suku, agama, ras dan antargolongan. “Semua boleh masuk, yang penting kredibel dan tidak melanggar ketentuan.”
Dia menjelaskan, skema asset swap atau tukar guling aset biasa dalam transaksi bisnis. Namun skema yang diusulkan calon investor tidak memenuhi ketentuan. “Non-tradable, dengan jangka waktu 20 tahun dan aset tertimbang menurut risiko nol persen,” ucap Anto.
Anto mengakui, OJK menyatakan tidak setuju dengan skema asset swap dalam transaksi penambahan modal Muamalat. “Lebih baik dengan fresh money (dana segar),” ujarnya.
Menurut dia, saat ini yang dibutuhkan Muamalat adalah suntikan dana segar untuk membantu permodalan. OJK mempersilakan kepada investor yang akan masuk ke Muamalat asalkan membawa dana. “Silakan masuk dan tempat di escrow account.”
Saat ini ada dua calon investor yang digadang-gadang dapat membantu mengatasi masalah permodalan Muamalat. Pertama adalah putra pertama mantan presiden B.J. Habibie, Ilham Habibie, yang menggandeng sejumlah investor, yaitu perusahaan investasi Singapura Lynx Asia, SGG Group, dan Arifin Panigoro. Kedua adalah pendiri Mayapada Group, Dato Sri Tahir (Ang Tjoen Ming). Keduanya berencana masuk dengan menawarkan skema berbeda. Ilham bersama konsorsiumnya menawarkan skema tukar guling aset (asset swap). Sedangkan Tahir disebut menawarkan skema strategic partnership.
Anto membantah pola injeksi dana segar ke Muamalat karena OJK berpihak kepada Dato Sri Tahir. “Tidak, yang namanya investasi tidak mengenal latar belakang yang penting bawa dana,” ujarnya.
<!--more-->
Sebelumnya, pemegang saham existing Bank Muamalat masih menunggu informasi dari manajemen tentang rencana masuknya investor baru perseroan. “Sampai saat ini sebenarnya kami, pemegang saham lokal Muamalat yang jumlahnya sampai 700 ribu orang, memang belum mendapat informasi resmi dari manajemen tentang investor yang akan masuk,” ujar salah seorang pemegang saham, Andre Mirza Hartawan, kepada Tempo. Di Muamalat, Andre tercatat memiliki 1,66 persen saham.
Andre menuturkan, dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) terakhir pada 28 Juni lalu, telah disampaikan bahwa Lynx Asia akan masuk dengan skema asset swap. “Pada waktu itu pula, Perhimpunan Pemegang Saham Indonesia meminta agar skema ini dianalisis dengan teliti agar tidak berbalik dan membebani Muamalat, serta harus diikuti oleh masuknya fresh equity senilai Rp 2 triliun,” ucapnya.
Kepada Tempo, Ilham Habibie mengatakan konsorsium menawarkan skema opsi asset swap antara aset baik milik investor dan aset kurang baik milik Muamalat. Skema ini berupa pembiayaan bermasalah (NPF) senilai Rp 6 triliun. Kemudian transaksi akan dilanjutkan dengan penerbitan sukuk mudarabah oleh Muamalat senilai Rp 1,6 triliun.
Sukuk tersebut kemudian akan diserap sepenuhnya oleh investor dan Muamalat diharuskan membeli Sukuk Trust Certificates (STC) yang diterbitkan investor senilai Rp 8 triliun. Surat utang ditawarkan dengan kupon 0 persen dan bertenor 20 tahun dengan aset dasar atau underlying obligasi pemerintah Indonesia. Dana untuk membeli sukuk itu berasal dari penjualan NPF dan penerbitan sukuk mudarabah senilai Rp 1,6 triliun. Sisanya, Muamalat hanya mengeluarkan kocek Rp 400 miliar dalam transaksi tersebut. “Kemudian right issue, untuk besarnya investasi maksimal Rp 8 triliun dan bisa dilakukan bertahap,” ujar Ilham kepada Tempo.
Adapun Dato Sri Tahir, yang disebut mengajukan skema strategic partnership, mengaku tak keberatan membantu persoalan bank syariah pertama di Indonesia ini. “Saya pribadi, kalau memang diminta untuk menyelamatkan Bank Muamalat, saya siap. Tapi, kalau untuk memiliki, saya tidak bersedia, karena saya sudah punya Bank Mayapada,” ucapnya. Tahir pun menyerahkan prosesnya berjalan sesuai dengan ketentuan. “Teknisnya seperti apa, terserah OJK.”
DIAZ PRASONGKO | GHOIDA RAHMAH