Defisit Transaksi Berjalan 3 Persen, Darmin: Sudah Lampu Kuning

Rabu, 22 Agustus 2018 12:30 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjajal kopi Pagur Arabica di diskusi tentang Agro Industri Kopi Global di Hotel Borobudur, Jakarta. Rabu, 8 Agustus 2018. Tempo / Caesar Akbar

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan belum bisa memprediksi berapa jumlah defisit transaksi berjalan pada akhir 2018. Sebab, defisit transaksi ini akan terus bergerak seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ekspor impor.

Baca: Rupiah Tembus Rp 14.500, Ini Tanggapan Menko Darmin

"Sampai akhir tahun ini kita berapa juga masih mencari tahu, karena bergerak terus. Tapi memang kalau dia sudah 3 persen atau lebih, itu selalu sudah harus mulai menganggap itu lampu kuning," kata Darmin ketika ditemui setelah mengikuti salat Idul Adha di Masjid Al-Hakim, Graha Sucofindo, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Agustus 2018.

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat neraca pembayaran Indonesia (NPI) kuartal kedua 2018 defisit US$ 4,3 miliar. Defisit tersebut disumbangkan oleh peningkatan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang tercatat sebesar US$ 8 miliar atau 3,0 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah itu tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar US$ 5,7 miliar atau 2,2 persen dari PDB.

Kendati transaksi berjalan saat ini telah berada pada level 3 persen, Darmin menuturkan, jumlah tersebut masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Misalnya India, Rusia, Turki, Brasil, dan Afrika Selatan, yang sama-sama memiliki penduduk yang cukup besar.

Menurut Darmin, fluktuasi nilai tukar atau kursnya semua lebih berat karena defisit transaksi berjalannya juga lebih besar. Jadi tidak semua negara lebih ringan. "Jadi ya ini dunia yang sedang bergolak. Kata orang 'setiap awal abad itu mesti banyak kejadian'. Kalau abad yang lalu perang dunia, abad ini enggak tahu kita," kata Darmin.

Advertising
Advertising

Darmin menjelaskan, defisit transaksi berjalan Indonesia sebetulnya telah ada sejak zaman Orde Baru, tapi dulu tidak besar. Adapun defisit terus melebar setelah terjadinya perang dagang yang ditandai dengan adanya perang tarif dan bea masuk impor antara Amerika Serikat dan Cina.

Darmin menuturkan, karena kondisi demikian, pemerintah kini telah mengambil langkah-langkah yang penting untuk meredam gejolak. Salah satunya untuk meredam gejolak transaksi berjalan yang kini terus melebar. Adapun untuk meredam itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai penggunaan bauran minyak sawit dalam solar (B20), mengelola industri petrokimia lewat restrukturisasi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), juga mengerem komponen impor.

Baca: Darmin Nasution Jelaskan soal Pengertian Kebocoran Ekonomi

"Nah, jadi dengan itu, ditambah dengan kebijakan secara umum di bidang pariwisata atau perindustrian dan pertanian. Rasanya dalam beberapa bulan ke depan defisit transaksi berjalan tidak terlalu berat," kata Darmin.

Berita terkait

Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel

3 hari lalu

Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel

Turki memutuskan hubungan dagang dengan Israel seiring memburuknya situasi kemanusiaan di Palestina.

Baca Selengkapnya

Produk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi

11 hari lalu

Produk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi

Nilai transaksi potensial paviliun Indonesia di Cafex Expo 2024, Mesir, capai Rp 253 milir. Didominasi oleh produk biji kopi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

14 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

14 hari lalu

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

14 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

14 hari lalu

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 naik 16,40 persen dibanding Februari 2024. Namun anjlok 4 persen dibanding Maret 2023.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

14 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya

Indonesia-Tunisia Gelar Intersesi ke-6, Bahas Peningkatan Perdagangan Bilateral

15 hari lalu

Indonesia-Tunisia Gelar Intersesi ke-6, Bahas Peningkatan Perdagangan Bilateral

Delegasi Indonesia dan Tunisia membahas perjanjian perdagangan bilateral di Tangerang. Indonesia banyak mengekspor sawit dan mengimpor kurma.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Indonesia Terancam Twin Deficit, Apa Itu?

18 hari lalu

Pengamat Sebut Indonesia Terancam Twin Deficit, Apa Itu?

Indonesia berisiko menghadapi kondisi 'twin deficit' seiring dengan menurunnya surplus neraca perdagangan.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Sepakat Jaga Defisit Anggaran 2025 3 Persen, Apindo: Penyusunan RAPBN Mesti Displin

24 hari lalu

Pemerintah Sepakat Jaga Defisit Anggaran 2025 3 Persen, Apindo: Penyusunan RAPBN Mesti Displin

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menanggapi soal keputusan pemerintah menjaga defisit APBN 2025 di bawah 3 persen.

Baca Selengkapnya