BI Naikkan Suku Bunga Jadi 5,5 Persen Karena 6 Alasan Ini
Reporter
Kartika Anggraeni
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 15 Agustus 2018 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia hari ini memutuskan untuk menaikkan suku bunga BI 7 day reverse repo rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,5 persen. Suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility, masing-masing juga naik sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen dan 6 persen.
Baca: UBS Sebut Alasan Kuat BI Bakal Naikkan Lagi Suku Bunga Acuan
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 14-15 Agustus 2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7 days repo rate sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Bank Indonesia, Rabu, 15 Agsutus 2018.
Keputusan tersebut, kata Perry, dilakukan untuk mempertahankan daya saing pasar keuangan dan menjaga defisit transaksi berjalan. Selain itu, Perry mengatakan ketidakpastian ekonomi global juga meningkat di tengah dinamika pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak merata.
Secara umum, dalam konferensi pers tersebut, Perry menjelaskan ada enam alasan yang mendasari bank sentral sebelum akhirnya memutuskan mengerek suku bunganya. Keenam alasan itu terbagi menjadi dua kelompok besar yakni faktor internal dan faktor eksternal.
1. Mempertahankan daya saing pasar keuangan
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman menjelaskan keputusan menaikkan suku bunga konsisten dengan upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas aman.
2. Menjaga defisit transaksi berjalan
Keputusan kenaikan suku bunga itu, menurut Agusman, juga merupakan dukungan bank sentral terhadap langkah-langkah konkret pemerintah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan. Seperti diketahui belakangan ini pemerintah berkomitmen mendorong ekspor dan menurunkan impor, termasuk penundaan proyek-proyek yang memiliki kandungan impor tinggi.
<!--more-->
3. Merespons ketidakpastian di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang tak merata
Agusman menyebutkan, BI juga akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan eksternal dalam kondisi ketidakpastian perekonomian global yang masih tinggi. "Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tutur Agusman.
4. Memperhatikan perkembangan ekonomi Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan Cina
Keputusan mengerek suku bunga, menurut Perry, juga didasari pada pertimbangan setelah melihat perekonomian Amerika Serikat yang diperkirakan masih tetap tumbuh kuat didukung akselerasi konsumsi dan investasi. Sementara itu, ekonomi Eropa, Jepang dan Cina masih cenderung menurun.
"The Fed diprakirakan tetap melanjutkan rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) secara gradual, sementara European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BOJ) cenderung masih menahan kenaikan suku bunga," tutur Perry.
5. Mengantisipasi dampak risiko perdagangan AS dengan sejumlah negara
Selain itu, kata Perry, BI juga melihat ada potensi meningkatnya ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah negara. Hal ini pula yang mendorong kebijakan balasan yang lebih luas termasuk melalui pelemahan mata uang di tengah berlanjutnya penguatan dolar AS secara global.
Baca: Perusahaan Multifinance Mulai Kerek Suku Bunga Kredit
6. Mengantisipasi dampak gejolak ekonomi Turki
Keputusan BI menaikkan suku bunga juga didasari pada kenyataan makin kuatnya ketidakpastian akibat munculnya risiko dari gejolak ekonomi di Turki. "Yang disebabkan oleh kerentanan ekonomi domestik, persepsi negatif terhadap kebijakan otoritas, serta meningkatnya ketegangan hubungan Turki dengan AS," ujar Perry.