Pembatalan DMO Batu Bara Dinilai Bakal Bebani Kas PLN
Reporter
Dias Prasongko
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 28 Juli 2018 16:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengatakan dirinya menolak rencana pemerintah untuk membatalkan aturan untuk memasok batu bara lewat domestic market obligation (DMO). Menurut Fahmy, rencana ini diprediksi justru bakal menambah beban bagi pembiayaan Perusahaan Listrik Negara atau PLN.
Simak: Jaga Pasokan, PLN Bakal Akuisisi Tambang Batu Bara
"Dengan demikian, pembatalan DMO harga batu bara menambah beban biaya bagi PLN. Konsekuensinya, PLN harus impor seluruh kebutuhan batu bara yang justru memperlemah neraca pembayaran," kata Fahmy dalam keterangan tertulisnya di terima Tempo, Sabtu, 28 Juli 2018.
Sebelumnya pemerintah lewat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bakal mencabut kebijakan wajib memasok kebutuhan dalam negeri alias domestic market obligation batubara. Luhut beralasan pembatalan DMO dilakukan supaya bisa mendongkrak nilai ekspor batu bara guna menambah devisa untuk sekaligus mengamankan defisit transaksi berjalan yang terus membebani.
Merujuk Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 23K/30/MEM/2018, tertera bahwa minimal sebanyak 25 persen total produksi batu bara dari tiap perusahaan harus dijual ke PLN. Sedangkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batu Bara Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, DMO harga batu bara sektor ketenagalistrikan dipatok maksimal US$70 per ton untuk kalori 6.332 GAR atau mengikuti Harga Batu bara Acuan (HBA), jika HBA di bawah US$70 per metric ton.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, total produksi batu bara pada 2018 diperkirakan sebesar 425 juta metric ton. Sedangkan harga batu bara pada Juli 2018 yang mencapai US$ 104,65 per metric ton.
Fahmy mengatakan beban biaya yang akan ditanggung oleh PLN jika kebijakan DMO dibatalkan diprediksi mencapai US$ 3,68 miliar. Jumlah ini diperoleh dari selisih 106 juta metric ton (25 persen dari total produksi batu bara 2018) dikalikan harga batu bara di pasar lalu di kurangi dengan 106 juta metric ton dikali harga batu bara DMO.
"Apalagi, PLN sudah menderita kerugian pada semester I 2018 sebesar Rp 6,49 triliun, bandingkan periode yang sama pada 2017, PLN masih mencatat laba bersih sebesar Rp 510,17 miliar," ujar mantan anggota tim reformasi tata kelola migas ini.
Kondisi tersebut, kata Fahmy, tentu bakal menambah beban pekerjaan rumah PLN saat ini. Apalagi, di tengah kondisi kenaikan harga energi primer yang digunakan pembangkit listrik seperti bahan bakar minyak, solar, gas dan batu bara.
Simak: ESDM Akui Belum Bisa Pastikan Pembatasan Produksi Batubara
Belum lagi persoalan harga jual listrik dari IPP yakni beban PLN dalam menjalankan Public Service Obligation (PSO) untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga 2019 dan penugasan Pemerintah dalam pencapaian 100 persen elektrifikasi. Hal itu tentunya bakal menambah beban PLN akan bertambah semakin berat akibat pembatalan DMO harga batu bara.