Walhi Dorong Pemerintah Usut Dugaan Pelanggaran HAM dan Lingkungan Freeport
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Selasa, 17 Juli 2018 11:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi mendorong pemerintah mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan hidup yang dilakukan PT Freeport Indonesia. Meskipun, beberapa waktu lalu perusahaan asal negeri Abang Sam itu telah meneken perjanjian awal atau heads of agreement divestasi 51 persen saham dengan pemerintah.
BACA: Walhi Ajak Cagub Jawa Barat Berdialog Soal Lingkungan
"Penandantanganan HoA ini tidak boleh menjadi penghapusan atau pemaafan atas berbagai pelanggaran HAM yang telah dilakukan, hingga HoA ini ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan PT. Freeport Indonesia," ujar Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Walhi Khalisah Khalid dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 17 Juli 2018.
Walhi juga menekankan bahwa Freeport mesti tunduk pada ketentuan hukum dan regulasi di Indonesia. Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mendapati sejumlah temuan, antara lain adanya implementasi Kontrak Karya tentang penggunaan kawasan hutan lindung. Selain itu kelebihan pencairan jaminan relamasi, penambangan bawah tanah izin lingkungan, kerusakan karena pembuangan limbah di sungai, utang kewajiban dana paska tambang dan penurunan permukaan akibat tambang bawah tanah.
"Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus tetap memajukan penegakan hukum atas temuan BPK ini. Freeport Indonesia juga harus tunduk pada UU Minerba, kewajiban perubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan," kata Khalid.
Selanjutnya, Khalid berujar saat ini adalah waktunya bagi Freeport untuk keluar secara bertahap dari Indonesia. Pada masa itu, pemerintah mesti menyiapkan kebijakan transisi yang berkeadilan bagi masyarakat Papua dan lingkungan hidup.
BACA: Gelar Konsultasi di Medan, Walhi: Ada Sejarah Lingkungan di Sana
Menurut dia, kebijakan perusahaan yang mesti dipenuhi antara lain pemulihan lingkungan hidup yang telah dicemari dan dihancurkan. Dalam masa transisi ini, pemerintah juga sudah harus menyiapkan ekonomi baru bagi orang Papua, khususnya masyarakat adat. "Dan yang utama, bagaimana menghentikan penggunaan kekerasan terhadap orang Papua," ujar Khalid.
Direktur Walhi Papua, Maurits J Rumbekwan menyebut Freeport sebagai gambaran luka bagi orang Papua. Sebab, menurut dia, perusahaan tambang itu bukan hanya menimbulkan kerugian secara ekonomi, namun juga kerugian atas nilai-nilai kehidupan, kebudayaan dan lingkungan hidup.
"Freeport harus memperbaiki berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi di tanah ulayat adat suku Amungme dan Kamoro” ujar Maurits, Direktur Walhi Papua.