Rupiah Melemah, Industri Manufaktur Terancam Kalah Daya Saing

Kamis, 12 Juli 2018 13:39 WIB

Ilustrasi industri manufaktur. vocoli.com

TEMPO.CO, Semarang - Industri lokal, khususnya manufaktur, mulai merasakan efek nilai tukar rupiah melemah terhadap kenaikan dolar Amerika Serikat. Sebab, para pelaku industri di Jawa Tengah mulai mengeluhkan biaya pembelian bahan baku dari luar negeri yang naik.

“Bahan baku manufaktur kita, seperti farmasi, tekstil, baja, semuanya masih impor, belum sektor industri makanan-minuman,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi kepada Tempo, Kamis, 12 Juli 2018.

Frans mengaku transaksi impor bahan baku terkait dengan naiknya mata uang dolar Amerika saat ini menambah kebutuhan. “Harga pokok bahan naik, ini akan menurunkan daya saing global kita, sangat mempengaruhi.”

Baca: Industri Manufaktur Terpukul oleh Pelemahan Rupiah

Frans mengaku kenaikan biaya produksi belum signifikan. Secara keseluruhan kenaikan kurang dari 5 persen. Namun hal itu dikhawatirkan akan mempengaruhi daya saing industri lokal di pasar dunia.

Advertising
Advertising

Apindo Jawa Tengah meminta pemerintah memperhatikan sektor manufaktur yang selama ini menjadi penggerak ekonomi di daerah. “Kami minta pemerintah membantu insentif perpajakan, khususnya industri ekspor, agar ada insentif khusus,” kata Frans.

Ia juga berharap pemerintah mulai menghemat belanja. Salah satunya pembangunan yang banyak mengeluarkan biaya besar.

Baca: Rupiah Bergerak di Kisaran Rp 14.340-14.400, Cenderung Menguat

Apindo Jawa Tengah tak memungkiri saat ini sebagian industri dalam negeri ada yang meraih untung akibat kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah. Industri yang menikmati keuntungan itu adalah sektor perkayuan, yang bahan bakunya ada di dalam negeri.

Namun, Frans mengaku, sektor itu hanya sedikit, dengan persentase industri kayu di Jawa Tengah sekitar 15 persen dari semua industri yang ada.

Wakil Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Tengah Andreas B. Wirohardjo menyebut kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar belum berpengaruh terhadap impor bahan baku.

“Karena importasi dilakukan enam bulan ke depan, kenaikan tak sampai 30 persen, mereka (pelaku usaha) tak akan goyah,” kata Andreas.

Andreas menyebutkan kondisi saat ini masih aman dan baru kelihatan ada efek pada periode enam bulan, tepatnya akhir Agustus dan awal September mendatang.

Menurut dia, pengusaha cenderung masih menunggu dan memantau situasi terkait dengan kenaikan nilai tukar mata uang itu. Meski demikian, ia menilai sikap itu justru akan berbahaya karena jika tak tepat menentukan kebutuhan belanja, bisa menyebabkan ekonomi mudah goyah.

“Ini yang rawan ketika ada pihak-pihak banyak spekulasi,” kata Andreas.

GINSI Jawa Tengah mencatat kebutuhan bahan baku manufaktur Jawa Tengah 80 persen impor. Hal itu membuktikan kebutuhan ekspor asal Jawa Tengah masih tergantung pada bahan dari luar negeri. “Sehingga kebutuhan impor sangat tinggi,” tuturnya.

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

1 jam lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

3 jam lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

5 jam lalu

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah pada triwulan I 2024 mengalami depresiasi 2,89 persen ytd sampai 28 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

11 jam lalu

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di angka Rp 16.088 pada perdagangan akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

15 jam lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

1 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Realisasi Kredit Bank Mandiri Kuartal I 2024 Tembus Rp 1.435 Triliun

2 hari lalu

Realisasi Kredit Bank Mandiri Kuartal I 2024 Tembus Rp 1.435 Triliun

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. telah menyalurkan kredit konsolidasi sebesar Rp 1.435 triliun pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Penjualan Manufaktur Suku Cadang Lesu, Pendapatan VKTR Teknologi Turun

2 hari lalu

Penjualan Manufaktur Suku Cadang Lesu, Pendapatan VKTR Teknologi Turun

Pendapatan PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk. (VKTR) turun karena penjualan manufaktur suku cadang lesu.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

3 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

3 hari lalu

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

Daftar negara dengan mata uang terlemah menjadi perhatian utama bagi para pengamat ekonomi dan pelaku pasar.

Baca Selengkapnya