Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat konferensi pers mengenai cantrang di kantor KKP, Jakarta, 18 Januari 2018. TEMPO/Naufal Dwihimawan Adjiditho
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menanggapi pidato Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang menyebut nama Susi saat menyoal kerugian negara di sektor kelautan.
"Ya bukan Pak Prabowo saja, World Bank juga bilang begitu (kerugian negara di sektor kelautan). Tapi itu dulu," kata Susi saat ditemui selepas acara open house di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra V, Senayan, Jakarta Selatan, Senin, 25 Juni 2018.
Saat pidato di kediaman Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan Senin kemarin, Prabowo mengkritik pemerintah tentang berbagai hal mulai dari soal utang hingga indeks pembangunan manusia. Prabowo menyebut total utang Indonesia jika digabung utang pemerintah, BUMN, dan swasta mencapai Rp 9.000 triliun meski utang pemerintah hanya sekitar Rp 4.000 triliun.
"Ibu Susi malah, katakan lebih dari saya. Beliau katakan Rp 2.000 triliun hanya di sektor perikanan. Saya kira beliau juga enggak punya gelar ekonomi, tapi beliau mengerti masalah," kata Prabowo.
Namun, kata Susi, kondisi sekarang sudah berbeda. Susi mengklaim perdagangan di sektor perikanan sepanjang kuartal pertama 2018 telah mencatatkan pencapaian yang positif. Menurut dia, capaian ini diperoleh karena menurunnya tren illegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal dalam beberapa tahun terakhir. "Kuartal pertama Indonesia sudah surplus sekitar US$ 1 miliar," kata Susi.
Berkurangnya illegal fishing, kata dia, telah membuat stok ikan bertambah dan otomatis mengkerek produksi dan penjualan nelayan. Meski mencatatkan hasil perdagangannya yang positif, Susi tetap gencar menggenjot sektor perikanan Indonesia.
Akhir Mei 2018, Susi Pudjiastuti bertemu Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono di Tokyo, Jepang. Dalam pertemuan itu, Susi berharap Indonesia diberikan pembebasan fasilitas bea masuk produk perikanan sebagaimana yang telah diberikan Jepang kepada Thailand dan Vietnam. Menurut dia, rata-rata bea masuk 7 persen selama ini telah membuat produk perikanan Indonesia sulit bersaing di Negeri Sakura itu.