TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kembali mengingatkan pemerintah terkait dengan ketimpangan ekonomi dan tingginya utang luar negeri yang sudah berada di tingkat mengkhawatirkan. Hal itu disampaikan Prabowo setelah bertemu dengan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan di rumah dinas Ketua Majelis Permusyawaratan, Senin, 25 Juni 2018.
Dalam kesempatan itu, Prabowo memaparkan data dari sejumlah lembaga internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terkait dengan posisi Indonesia dari 200 negara di dunia.
Baca: Utang RI Tembus Rp 4.000 Triliun, Sri Mulyani Klaim Terus Menurun
Dia mengatakan, dari sisi ketimpangan ekonomi, gini ratio Indonesia saat ini berada di posisi sekitar 45 persen. "Artinya, satu persen penduduk Indonesia menguasai 45 persen kekayaan bangsa Indonesia," ujarnya.
Prabowo menilai kondisi itu sangat tidak sehat mengingat Indonesia memiliki kekayaan komoditas yang melimpah dibanding sejumlah negara Asia lain.
Baca: Rizal Ramli Tantang Sri Mulyani Debat Soal Utang Luar Negeri
Keadaan buruk tersebut, kata dia, belum lagi ditambah dengan rendahnya harapan hidup, selain rendahnya tingkat pendapatan per kapita dan tingkat pendidikan, sebagaimana dilaporkan PBB. Dari tiga indikator yang dikeluarkan PBB tersebut, Prabowo melanjutkan, Indonesia berada di posisi 168 dari 200 negara.
Sedangkan dari sisi utang, Prabowo merujuk pada data Bloomberg, berdasarkan data lembaga pemeringkat Moody’s, yang menyebutkan Indonesia merupakan negara paling berisiko dari sisi utang di Asia bersama India.
Prabowo menyebut total utang Indonesia, jika utang pemerintah, badan usaha milik negara, dan swasta digabung, mencapai Rp 9.000 triliun meski utang pemerintah hanya sekitar Rp 4.000 triliun. “Bloomberg mengutip situasi ekonomi Indonesia risky, berbahaya. Paling berbahaya karena utangnya,” ucapnya.
Prabowo mengatakan hal yang disampaikannya tersebut bukanlah bentuk kritikan tanpa data, sebagaimana yang dipersepsikan sebagian orang. Menurutnya, hal yang ia sampaikan bukan bentuk pesimisme terhadap kinerja pemerintah, tapi peringatan agar bangsa Indonesia lebih baik ke depan.