The Fed Naikkan Suku Bunga, Menko Darmin Dorong Efisiensi Perbankan

Kamis, 21 Juni 2018 13:46 WIB

Pihak bank melayani warga yang menukarkan uang saat pelayanan penukaran uang dibuka oleh belasan perbankan di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, 22 Mei 2018. Beberapa bank BUMN dan swasta mulai membuka layanan penukaran uang baru yang digelar sejak 21 hingga 25 Mei 2018.Dalam layanan penukaran uang baru ini, warga hanya dapat menukarkan uang maksimum sebesar Rp 3,7 juta per KTP. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat alias The Fed perlu disikapi salah satunya dengan mengefisiensikan perbankan.

"Pemerintah perlu bekerja sama dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BI (Bank Indonesia) agar boleh saja tingkat bunga dari kebijakan moneter itu naik, tetapi bisa juga ada kebijakan untuk mendorong efisiensi di perbankan," ujar Darmin di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis, 21 Juni 2018.

BACA:Jerome Powell Dilantik Sebagai Ketua The Fed Amerika

Intinya, ia mendorong supaya biaya yang tidak efisien dari perbankan bisa diefisienkan. Pekan lalu, The Fed telah menaikan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 1,75 persen hingga 25 persen.

Kebijakan dari bank sentral Paman Sam itu, ujar bekas Gubernur Bank Indonesia, kemungkinan akan membuat tingkat bunga Indonesia naik untuk mencegah terganggunya kurs rupiah. Meski, hingga kini BI masih belum mengumumkan kebijakannya atas kondisi tersebut.

BACA:BI Siapkan Strategi Hadapi Kenaikan Suku Bunga di AS

Darmin lalu menceritakan kebijakannya semasa menjabat Gubernur BI. Kala itu, tutur dia, BI menciptakan suku bunga dasar kredit atau SBDK. SBDK itu wajib diumumkan oleh setiap bank dalam intetval beberapa bulan. Dengan demikian semua pihak mengetahui nilai SBDK tiap bank.

"Kita bisa tahu, SBDK-nya berapa, sehingga bunga kreditnya berapa, dan yang tidak efisien di dia itu apa," ujar Darmin. Dari contoh itu, ia yakin ada beberapa hal yang bisa dilakukan, sehingga kenaikan suku bunga kebijakan moneter tidak otomatis mendorong naiknya tingkat bunga kredit.

BACA:Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Naik Lagi Jadi 4,75 Persen

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dirinya telah menyiapkan lima 'jamu' khusus untuk menjaga kestabilan moneter Indonesia saat ini, khususnya nilai tukar rupiah. Menurut dia, dari lima jamu tersebut ada empat jamu pahit dan satu jamu manis.

"Jadi saya punya 1 jamu pahit yaitu kebijakan moneter untuk jaga stabilitas," kata Perry ditemui di kediamanya di Jakarta, Jumat, 15 Juni 2018. "Tapi saya punya 4 jamu manis, yaitu pelonggaran makroprudensial, pendalaman pasar keuangan untuk pembiayaan infrastruktur, termasuk sistem pembayaran digital ekonomi finance, juga (mendorong) ekonomi keuangan syariah."

Kebijakan itu akan diumumkan setelah Rapat Dewan Gubernur BI 27-28 Juni 2018.

Baca berita tentang The Fed lainnya di Tempo.co.

DIAZ PRASONGKO

Berita terkait

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

1 jam lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok

5 jam lalu

Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok

IHSG turun cukup drastis dan menutup sesi pertama hari Ini di level 7,116,5 atau -1.62 persen dibandingkan perdagangan kemarin.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

2 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

2 hari lalu

BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

PT Bank Negara Indonesia atau BNI bersiap menghadapi perkembangan geopolitik global, nilai tukar, tekanan inflasi, serta suku bunga.

Baca Selengkapnya

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

2 hari lalu

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

Tiga bulan pertama 2024, kredit BNI utamanya terdistribusi ke segmen kredit korporasi swasta.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

2 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

6 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

6 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

6 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

6 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya