Rupiah Terdepresiasi, Bank Indonesia: Negara Lain Lebih Parah
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Martha Warta
Kamis, 26 April 2018 20:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan depresiasi terhadap rupiah juga dialami mata uang negara lain. Menurut Agus, depresiasi rupiah yang saat ini melemah minus 0,88 persen secara month-to-date bukan yang terburuk.
"Depresiasi rupiah ini lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang negara-negara Asia lain," katanya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 26 April 2018.
Baca: Rupiah Jeblok, Sri Mulyani Imbau Masyarakat Tenang
Agus mencontohkan, secara month-to-date, pada 1-26 April 2018, mata uang Thailand, baht, terdepresiasi minus 1,12 persen. Berikutnya ringgit Malaysia minus 1,24 persen, dolar Singapura minus 1,17 persen, won Korea Selatan minus 1,38 persen, dan rupee India minus 2,4 persen.
Dalam pekan ini, kurs rupiah bergerak fluktuatif di posisi 13.880-13.900 per dolar Amerika Serikat. Adapun nilai tukar rupiah sore hari ditutup bergerak menguat di angka Rp 13.891 per dolar Amerika.
Melemahnya mata uang Indonesia dan negara-negara lain belakangan ini, kata Agus, disebabkan kenaikan suku bunga obligasi Amerika hingga mencapai 3,03 persen. "Itu yang tertinggi sejak 2013," ujarnya.
Sebab lain depresiasi, Agus menambahkan, adalah faktor musiman. Dalam triwulan II 2018, permintaan valas meningkat. Permintaan itu disebut untuk keperluan membayar utang luar negeri, impor, dan pembayaran dividen.
Walau terdepresiasi, Agus mengatakan fundamental ekonomi Indonesia masih berada dalam kondisi baik dan kuat. Inflasi disebut masih sesuai dengan kisaran Bank Indonesia. Selain itu, defisit transaksi berjalan juga lebih rendah dari batas aman, yakni 3 persen.
"Momentum pertumbuhan ekonomi juga berlanjut dan kepercayaan asing juga membaik," ucap Agus.
Baca berita lain tentang rupiah di Tempo.co.