Kenapa Ekonom Ini Menilai Kenaikan Utang Luar Negeri Positif?

Rabu, 17 Januari 2018 11:29 WIB

Bank Indonesia Pastikan Utang Pemerintah Aman

TEMPO.CO, Jakarta - Utang Luar Negeri swasta pada November 2017 tercatat sebesar US$ 170,6 miliar atau tumbuh 4,2 persen. Pertumbuhan tersebut menandakan dunia usaha yang mulai bergairah sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi domestik.

Dari data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia yang dirilis Bank Indonesia, pertumbuhan ULN swasta terkonsentrasi di beberapa sektor antara lain industri pengolahan, finansial, listrik, gas, dan air bersih serta pertambangan.

Baca: BI: Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi USD 347 Miliar

Ekonom Bank Central Asia David E. Sumual menilai peningkatan utang luar negeri cukup baik jika sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Bukan sebaliknya seperti Cina, di mana utang tumbuh melebihi pertumbuhan ekonomi.

David melihat pertumbuhan ULN di sektor industri pengolahan berindikasi baik, terutama ketika industri ini berorientasi ekspor. "Kalau industri pengolahan yang industrinya ekspor terutama akan bagus karena bisa menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa untuk membayar utang," katanya, Selasa, 16 Januari 2018.

Advertising
Advertising

Ekspor dari industri pengolahan diketahui masih mendominasi utang luar negeri dengan nilai yang besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Selain itu, pertumbuhannya juga cukup bagus. Tahun lalu, ekspor industri pengolahan mencapai US$ 125 miliar atau meningkat 13,14 persen dari US$ 110,5 miliar pada 2016.

Selain itu, David menilai peningkatan utang di sektor finansial lebih disebabkan oleh faktor kebutuhan restrukturisasi. Salah satu contohnya, pinjaman sub debt yang dilakukan untuk penguatan neraca keuangan sektor tersebut.

Lebih lanjut, menurut David, pertumbuhan utang luar negeri sektor pertambangan belum signifikan, kendati ekspor barang tambang dan mineral melonjak cukup tinggi tahun lalu. Sepanjang 2017, kenaikan ekspor tambang mencapai 33,71 persen dari US$ 18,2 miliar menjadi US$ 24,3 miliar.

David melihat pertumbuhan yang lamban disebabkan oleh konsolidasi pascapenurunan harga komoditas di pasar dunia sejak 2012 belum usai tahun lalu. "Dari sisi perbankan juga masih berhati-hati menyalurkan kreditnya karena NPL komoditas masih tinggi," tuturnya. Ia memperkirakan pertumbuhan signifikan baru akan terlihat pada tahun ini.

BISNIS

Berita terkait

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

6 jam lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

7 jam lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

21 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

2 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

3 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

3 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

3 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

3 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

4 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya