Apa Alasan Fitch Naikkan Peringkat Utang RI?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 21 Desember 2017 16:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings meningkatkan peringkat utang jangka panjang Indonesia dalam mata uang asing dan lokal dari BBB- menjadi BBB, dengan outlook stabil. Salah satu faktor pendorong kenaikan peringkat utang ini berasal dari kondisi perekonomian Indonesia yang dinilai tahan terhadap guncangan eksternal atau faktor global dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, kebijakan makro ekonomi Indonesia dinilai konsisten untuk menjaga stabilitas. "Kebijakan nilai tukar yang lebih fleksibel sejak pertengahan 2013 juga membantu menopang cadangan devisa Indonesia menjadi US$ 126 miliar," seperti dikutip dari rilis, Kamis, 21 Desember 2017.
Baca: Fitch Naikkan Peringkat Utang, BI: Level Tertinggi Sejak 1995
Fitch juga menilai Indonesia mampu disiplin menjaga kebijakan moneternya sehingga membatasi dampak dari aliran dana investor asing yang keluar dari Indonesia. Ditambah langkah makro untuk berhati-hati menekan utang luar negeri terutama perusahaan serta pendalaman pasar keuangan juga membantu stabilitas pasar lebih baik. Fokus menstabilkan makro ekonomi juga terlihat dalam anggaran yang kredibel dalam beberapa tahun sebelumnya.
Meski ketahanan Indonesia membaik, namun Fitch melihat Indonesia juga hadapi sejumlah tantangan seperti tantangan eksternal yang tetap ada termasuk potensi tekanan pasar terhadap kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve. Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap komoditas juga masih relatif tinggi. Sedangkan tantangan dari dalam negeri, Indonesia akan hadapi tahun politik.
Di sisi lain, Fitch melihat besar kemungkinan kondisi politik dapat jadi gangguan dalam membuat kebijakan ekonomi terutama jelang pemilihan kepala daerah 2018 dan pemilihan presiden pada 2019. "Ini merupakan sentimen domestik yang dapat mengganggu pasar," seperti dikutip dari siaran pers.
Pemerintah Indonesia juga dinilai masih hadapi tantangan untuk memperbaiki lingkungan bisnis. Meski demikian langkah-langkah untuk mempermudah keizinan berusaha membuahkan hasil dengan peringkat Indonesia naik tajam dari posisi 192 ke peringkat 72.
Reformasi yang dilakukan Indonesia tampaknya berkontribusi terhadap aliran dana investor asing masuk ke Indonesia. Fitch memperkirakan aliran dana investasi asing secara langsung dapat menutupi defisit transaksi berjalan dalam beberapa tahun ke depan.
Fitch Ratings juga memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih kuat di antara negara lainnya. Dalam hal ini PDB Indonesia akan naik menjadi 5,4 persen pada 2018 dan 5,5 persen pada 2019. Angka tersebut naik dari 5,1 persen pada 2017. Indonesia dapat keuntungan dari kenaikan perdagangan global dan stabilnya harga komoditas.
Ditambah belanja infrastruktur publik lebih tinggi, biaya pinjaman lebih rendah dan pelaksanaan reformasi struktural membuat Indonesia lebih kuat. Beban utang pemerintah juga terbilang rendah yakni sebesar 28,5 persen dari PDB pada tahun 2017, seperti yang diharapkan oleh Fitch. Pemerintah juga telah mematuhi batas defisit anggaran sebesar 3 persen dari PDB, yang telah membantu menjaga kepercayaan investor di Indonesia selama masa turbulensi pasar.
Namun demikian, penerimaan pemerintah sangat rendah sehingga hal ini menghambat pembiayaan langsung pemerintah untuk proyek infrastruktur dan meningkatkan ketergantungan pada badan usaha milik negara (BUMN) untuk mengatasi defisit infrastruktur yang besar. Oleh karena itu, Fitch memprediksi hutang BUMN non-finansial sebesar 4,5 persen dari PDB per Juli 2017 kemungkinan akan meningkat secara substansial dalam beberapa tahun mendatang.
Kebijakan nilai tukar yang lebih fleksibel sejak pertengahan 2013 telah membantu penyangga cadangan devisa (foreign reserve buffers) membengkak menjadi US$ 126 miliar pada November 2017. Selain itu, kebijakan moneter telah cukup diterapkan untuk membatasi arus keluar modal yang fluktuatif selama periode penuh tantangan.
Langkah makro yang diterapkan secara seksama disebut telah membantu membatasi kenaikan tajam utang luar negeri perusahaan. Fokus pada stabilitas makro juga terlihat dalam asumsi anggaran yang kredibel dalam beberapa tahun sebelumnya.
Meski ketahanan Indonesia telah membaik, namun tantangan eksternal tetap ada, termasuk potensi tekanan terhadap emerging market sehubungan dengan normalisasi kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve. Pada saat yang sama, ketergantungan Indonesia terhadap komoditas masih relatif tinggi. Baik utang luar negeri bersih dan kotor, yang mencapai 166 persen dari penerimaan transaksi berjalan, tetap meningkat dibandingkan dengan negara lain yang dengan peringkat utang BBB.