INDEF: Kinerja Utang Luar Negeri Kurang Produktif Dorong Ekspor

Jumat, 20 Oktober 2017 05:00 WIB

INDEF menggelar evaluasi terhadap kebijakan pangan di masa pemerintahan Jokowi-JK, 10 Juli 2017. TEMPO/Putri Thaliah

TEMPO,CO. Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan kinerja Utang Luar Negeri (ULN) kurang produktif dalam mendorong ekspor.

Bhima mengatakan, rasio utang terhadap ekspor menunjukkan penurunan selama tiga tahun terakhir. Padahal ia mengatakan sejak awal 2017 harga produk ekspor cenderung naik.

"Per 2014 rasionya 139,4 persen. Sekarang di triwulan dua 2017 melebar jadi 174,2 persen," kata Bhima kepada Tempo, Kamis 19 Oktober 2017.

Simak: INDEF: RAPBN 2018 Tiket Presiden Jokowi di 2019

Menurut Bhima, tren kenaikan rasio ULN per Agustus 2017 cukup mengkhawatirkan. BI menyatakan rasio ULN Indonesia terhadap PDB di akhir Agustus 2017 di kisaran 34 persen. Bhima mengatakan, terjadi kenaikan rasio ULN dari tahun ke tahun.

"Di 2012 masih 27,4 persen," kata dia.

Advertising
Advertising

Bhima mengatakan, pertumbuhan utang yang harus dicermati adalah sektor publik. Menurut data Bank Indonesia (BI) posisi ULN sektor publik pada Agustus 2017 tumbuh 9,5 persen dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ini mencapai angka 174,9 miliar dollar AS.

"Angkanya terus mengalami peningkatan terutama berkaitan dengan pendanaan infrastruktur dan menutup defisit anggaran," kata Bhima.

Sementara itu Bhima mengatakan, utang sektor swasta per Agustus 2017 masih bisa terkontraksi. Hal ini meskipun terjadi kenaikan 0,1 persen dari bulan sebelumnya.

Menurut Bhima, situasi ini menandakan swasta masih belum menunda ekspansi di sepanjang 2017. Anggapan tersebut bisa dicocokan dengan pertumbuhan industri pengolahan yang tumbuh dibawah empat persen pada triwulan ke dua 2017.

Bhima memprediksi ULN sektor swasta diprediksi menurun di sisa waktu 2017. Penyebabnya adalah rupiah yang cenderung melemah terhadap dolar. Sedangkan swasta belum mengambil resiko di tengah permintaan domestik yang masih konsolidasi.

"Kalau swasta yang naik, artinya ekonomi bergeliat. Tetapi kalau sektor publik yang naik, bisa jadi defisitnya yang naik," ujarnya.

Menurut Bhima, potensi kenaikan fed rate menjadi faktor pertimbangan swasta dalam menambah utang. Selain itu tekanan dari likuiditas global juga memberikan pengaruh.

"Bunga obligasi global trennya naik," kata peneliti Indef ini.

ALFAN HILMI

Berita terkait

Produk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi

4 hari lalu

Produk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi

Nilai transaksi potensial paviliun Indonesia di Cafex Expo 2024, Mesir, capai Rp 253 milir. Didominasi oleh produk biji kopi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

6 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

6 hari lalu

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

7 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

7 hari lalu

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 naik 16,40 persen dibanding Februari 2024. Namun anjlok 4 persen dibanding Maret 2023.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

7 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya

Indonesia-Tunisia Gelar Intersesi ke-6, Bahas Peningkatan Perdagangan Bilateral

8 hari lalu

Indonesia-Tunisia Gelar Intersesi ke-6, Bahas Peningkatan Perdagangan Bilateral

Delegasi Indonesia dan Tunisia membahas perjanjian perdagangan bilateral di Tangerang. Indonesia banyak mengekspor sawit dan mengimpor kurma.

Baca Selengkapnya

Kemendag Optimistis Perdagangan Indonesia Kejar Vietnam jika Sepakati IEU-CEPA

53 hari lalu

Kemendag Optimistis Perdagangan Indonesia Kejar Vietnam jika Sepakati IEU-CEPA

Kementerian perdagangan sebut Indonesia bisa kalahkan Vietnam jika sudah melakukan kesepakatan perjanjian dagang dengan Uni Eropa (IEU-CEPA).

Baca Selengkapnya

Ma'ruf Amin Dorong Selandia Baru Tingkatkan Ekspor Daging Sapi dan Domba Bersertifikat Halal ke RI

28 Februari 2024

Ma'ruf Amin Dorong Selandia Baru Tingkatkan Ekspor Daging Sapi dan Domba Bersertifikat Halal ke RI

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong agar ekspor daging sapi dan domba bersertifikasi halal dari Selandia Baru ke Indonesia bisa ditingkatkan.

Baca Selengkapnya

Ganjar Janji Jadikan Sulut Pintu Keluar-Masuk Ekspor Impor dari Utara RI: Titik Pertumbuhan Ekonomi Baru

1 Februari 2024

Ganjar Janji Jadikan Sulut Pintu Keluar-Masuk Ekspor Impor dari Utara RI: Titik Pertumbuhan Ekonomi Baru

Ganjar Pranowo berjanji akan menjadikan Sulut sebagai pintu keluar masuk ekspor-impor dari wilayah utara Indonesia.

Baca Selengkapnya