TEMPO.CO, Jakarta-Wakil Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia Sahat Sinaga mengatakan, untuk produk minyak sawit dan turunannya, kerja sama TPP tidak akan memberikan pengaruh yang cukup besar.
Sebab, meskipun akan ada perbedaan tarif masuk antara Indonesia dengan Malaysia sebagai kompetitor eksportir produk tersebut, namun negara anggota TPP bukan pasar dominan bagi produk sawit. "Kalau untuk sawit relatif kecil,” kata Sahat, Rabu 28 Oktober 2015.
Tahun lalu, ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke negeri Abang Sam hanya US$ 300,99 juta. Bandingkan dengan ekspor ke India yang mencapai US$ 3,63 miliar dan Cina yang mencapai US$ 1,78 miliar. “Saya kira konsekuensinya lebih berat bagi Indonesia, jangan sampai rugi,” kata Sahat, Rabu 28 Oktober 2015.
Sementara Ketua Umum Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik mengatakan dalam perkembangan situasi ekonomi kawasan, sesungguhnya TPP tidak memiliki relevansi dalam menyelamatkan ekonomi tiap-tiap negara anggotanya. “Indonesia tidak patut ikut-ikutan dalam inisiatif tersebut, konsekuensinya lebih buruk,” ujarnya.
Di antara konsekuensi yang berat tersebut, kata Kelapa Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri adalah penghapusan Daftar Negatif Investasi (DNI). Hal ini sudah dilakukan oleh Vietnam dan negara-negara anggota lain.
Selain itu, TPP juga mewajibkan anggotanya untuk menghapus segala fasilitas untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Artinya, tak ada penyertaan modal pemerintah, tak ada monopoli seperti pada listrik bagi PLN dan beras bagi Bulog. “Ini kan tidak bisa hanya dengan inisiatif pemerintah tapi juga harus melalui persetujuan DPR,” kata Yose.
Toh bagi beberapa sektor usaha, kerangka kerjasama TPP masih dinilai menguntungkan. Untuk produsen tekstil dan sepatu yang punya pasar utama di Amerika Serikat misalnya.
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Edi Wijanarko mengatakan bahwa tahun lalu ekspor sepatu ke Negeri Abang Sam mencapai US$ 1,12 miliar. Angka itu hampir 30 persen dari total nilai ekspor sepatu Indonesia. “Kami sangat tergantung terhadap ekspor ke Amerika Serikat,” kata Edi siang tadi.
Sementara Vietnam yang juga produsen sepatu dan tekstil di ASEAN, telah bergabung dengan TPP yang dimotori Amerika Serikat. Berarti, sepatu dan garmen yang diproduksi Vietnam bisa masuk Amerika Serikat tanpa bea masuk. Sementara produk Indonesia dikenai bea masuk hingga 20 persen. “Kalau tidak bergabung, daya saing kita kalah,” kata Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G. Ismy
PINGIT ARIA