TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah mengisyaratkan minat untuk bergabung dengan Trans Pasific Partnership (TPP). Hal itu akan diputuskan setelah peremuan dengan Presiden Barack Obama di Gedung Putih, hari ini.
Kepala Departemen Ekonomi Center for Stategic and International Issues (CSIS) Yose Rizal Damuri menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum Indonesia bergabung. “Memang ada keuntungan, tapi persyaratan untuk masuk ke TPP juga harus diperhitungkan betul,” ujarnya saat dihubungi, Senin 26 Oktober 2015.
Menurut Yose, manfaat bergabung dengan TPP adalah terbukanya akses pasar secara lebih luas ke negara-negara anggota. Kecuali Vietnam, negara-negara anggota TPP tingkat ekonominya relatif lebih maju dibanding Indonesia. “Itu berarti tingkat komplementarinya lebih tinggi, kita akan diuntungkan,” katanya.
Di balik itu, masih menurut Yose, ada beberapa hal yang menjadi konsekuensi dari bergabungnya Indonesia ke TPP berarti mengikuti semua peraturan yang telah ditetapkan. Misalnya, penghapusan daftar negatif investasi dan keistimewaan bagi Badan Usaha Milik Negara.
Apakah pemerintah siap? Menurut Yose masalahnya tak sesederhana itu. “Sebab hal-hal itu kan harus mendapat persetujuan DPR,” ujarnya.
Bagaimanapun, Vietnam yang memiliki komoditas ekspor paling mirip dengan Indonesia telah bergabung. Jika Indonesia tak segera menyusul, maka daya saing produk Indonesia di negara anggota TPP akan tergerus. “Untuk tekstil, alas kaki, sampai produk Pertanian mereka sudah mendapat fasilitas bea masuk yang lebih rendah dari kita,” kata Yose.
PINGIT ARIA