TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memprediksi deflasi akan kembali terjadi pada akhir Oktober ini. Ketika ditanya apakah kondisi deflasi yang berlanjut ini merupakan pertanda yang baik, mengingat deflasi juga merupakan indikator perlambatan ekonomi, Deputi Gubernur Mirza Adityaswara menjawab dengan optimis.
"Pada intinya memang ada perlambatan ekonomi," Untuk itu, kalau rata-rata makro ekonomi sekarang menunjukkan sudah bisa dilakukan pelonggaran moneter, maka pada saatnya nanti akan kita lakukan," katanya di Jakarta, Jumat 23 Oktober 2015.
Baca Juga:
Menurut Mirza, defisit neraca perdagangan juga sudah mulai membaik dan cukup nyaman berkisar 2 - 2,1 persen. Paket-paket kebijakan ekonomi juga membawa dampak positif. Dampak tersebut seperti akan terjadi ekspansi di dunia usaha serta kembali masuknya arus modal ke dalam negeri (capital inflow).
Saat ini, menurut Reza, yang masih ditunggu adalah kepastian dari faktor eksternal, khususnya terkait kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga. "Tapi sudah bisa diprediksi kemungkinan besar tidak terjadi kenaikan di kuartal keempat ini, survei market juga keyakinannya demikian."
Ia mengharapkan kondisi makro ekonomi Amerika Serikat yang terus mengarah ke perbaikan ini akan terus berlanjut. Dengan begitu tidak akan terjadi gejolak negatif yang bisa berpengaruh terhadap keadaan ekonomi AS dan kemudian berdampak ke negara berkembang.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan hingga minggu kedua Oktober lalu, Bank Indonesia masih mencatat adanya deflasi sebesar 0,09 persen. Namun angka ini masih merupakan angka perkiraan, karena angka rilis resmi masih menunggu penghitungan hingga akhir bulan.
"Ini baru minggu kedua. Nanti kami perhatikan lagi untuk minggu ketiga. Saat ini year-on-year masih 6,83 persen. Tapi nanti pada akhir tahun akan masuk di bawah 4 persen," ucap Agus, Kamis 22 Oktober, di Jakarta.
GHOIDA RAHMAH