TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyesalkan rencana Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli yang ingin mengkaji ulang perubahan metode pengembangan lapangan abadi Blok Masela. Sebab, skema produksi gas LNG secara terapung sudah dibahas SKK bersama pengelola Blok Masela, Inpex Masela Ltd.
"Jika dikaji lagi, akan memakan waktu 1-1,5 tahun," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi di kantornya, Selasa, 22 September 2015. Sebelumnya, Rizal menilai rencana pembangunan lapangan gas abadi Blok Masela di Laut Arafuru, Maluku, perlu dikaji ulang sehingga dapat memberikan banyak manfaat untuk negara.
Rizal menilai proyek pipa gas akan lebih menguntungkan daripada terminal gas alam cair terapung di tengah laut. Di samping wilayah Kepulauan Aru bisa berkembang dengan tumbuhnya lapangan pekerjaan baru, proyek ini dinilai Rizal lebih efisien.
Kajian kegiatan hulu migas, ucap Amien, membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Selain soal teknis, pembahasan bakal menyusun rencana kerja operasi per tahun, berikut aspek biayanya. Operasi juga mencakup investasi dan persiapan praproduksi.
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini juga menuturkan, pada kajian sebelumnya, SKK Migas sudah menerjunkan tim yang bertugas mensurvei kelayakan metode yang diajukan Inpex. Tim berangkat ke Belanda, Australia, dan Amerika Serikat serta berdiskusi dengan perusahaan migas kelas dunia dan penyedia teknologi produksi terapung atau floating liquefied natural gas tersebut.
Dalam revisi rencana pengembangan (plan of development/PoD), Inpex menargetkan produksi gas dimulai 2024. Untuk memenuhi target itu, pembuatan kapal floating liquefied natural gas (LNG), penyusunan sistem produksi bawah laut, dan aktivitas lain harus dimulai tahun ini, termasuk soal administrasi.
Amien mengatakan, jika produksi gas dilakukan di darat (onshore), pengelola tetap berhadapan dengan masalah lain, yakni pembebasan lahan. Padahal pembebasan lahan adalah muara dari semua masalah investasi yang membuat pemodal kabur dari Tanah Air.
Molornya produksi dikhawatirkan mengakibatkan efek domino, terutama soal permintaan gas. Di area terdekat, terdapat pengembangan LNG lain, yakni lapangan Gorgon, Itchis, dan Prelude, di Australia bagian utara. Jika produksi tak sesuai dengan target, permintaan LNG dari pasar luar negeri ke Blok Masela terancam sepi, sehingga risiko kehilangan pendapatan negara menjadi lebih besar. "Marketnya akan kalah dengan blok dari Australia itu," ucap Amien.
Sampai saat ini, kepemilikan Blok Masela terbagi antara Inpex sebesar 65 persen dan Shell Corporation 35 persen. Rencananya, kilang LNG terapung bakal dibuat di atas kapal dengan kapasitas 7,5 juta metrik ton per tahun.
ROBBY IRFANY