TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak di Jawa dan Bali mulai 1 Juli wajib membuat faktur pajak berbentuk elektronik (e-Faktur) mulai 1 Juli 2015. Sistem ini bakal berlaku secara nasional mulai Januari 2016.
"Sebab, e-Faktur bertujuan untuk membantu mencapai penerimaan pajak," ujar Menteri Keuangan Bambang Soemantri Brodjonegoro di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Rabu, 1 Juli 2015.
Untuk mendapatkan aplikasi e-Faktur, PKP butuh sertifikat elektronik yang bisa diperoleh dengan cara mengajukan permintaan ke Kantor Pelayanan Pajak terdaftar. Nantinya, semua proses pengisian dilakukan secara elektronik, termasuk juga tanda tangan.
Aplikasi e-Faktur dijadikan satu dengan aplikasi e-SPT, sehingga lebih memudahkan pelaporan SPT Masa PPN. Nomor seri juga dapat diketahui dengan mengakses website Dirjen Pajak.
Untuk menjaga keaslian, Dirjen Pajak mengimbau seluruh Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Faktur Pajak harus memastikan faktur yang diterima adalah e-Faktur. Keterangan yang ada dalam e-Faktur juga harus sesuai dengan keadaan sebenarnya melalui Fitur Pajak Masukan pada aplikasi e-Faktur dan pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada e-Faktur.
Sementara, jika ada PKP yang tidak membuat e-Faktur atau membuatnya tidak sesuai proses, negara akan memberi sanksi denda sebesar 2 persen. Hal ini sesuai dengan Pasal 14 ayat 4 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak Sigit Pramudito menyatakan kebijakan e-Faktur mempermudah kinerja Ditjen Pajak. Kemudahan terletak pada tahap perekaman data dan verifikasi.
Kemudahan ini, kata Sigit, bakal memperkecil angka restitusi pajak yang trennya meningkat. Sebab, e-Faktur meminimalisasi faktur palsu yang menyumbang tingginya angka restitusi. "Sehingga nantinya PPN akan boom," kata Sigit.
ROBBY IRFANY