TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah mengajak industri dalam negeri untuk menggenjot potensi bisnis di kelompok delapan negara berkembang atau D-8. "Saya harap pengusaha dapat menjajaki investasi minimal tiga bulan ke depan sekaligus meningkatkan penjualan produknya,” kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta, Senin, 20 Juni 2011.
Hal itu dikatakan Hidayat usai bertemu dengan pengusaha terkait persiapan pertemuan menteri perindustrian negara D-8 pada Oktober mendatang. Dari sisi peluang bisnis, D-8 yang terdiri atas Indonesia, Bangladesh, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Turki itu sangat besar karena memiliki populasi 1,1 miliar jiwa.
Sejumlah produk yang dapat diandalkan, antara lain elektronik, tekstil, serta otomotif, termasuk mobil utuh dan komponen. Penjualan elektronik, seperti merek Polytron yang sudah menembus pasar D-8, dapat ditingkatkan lagi. Industri otomotif pun mulai merambah negara D-8. Apalagi tahun depan target produksi mobil mencapai 1 juta unit per tahun.
Sekretaris Jenderal D-8 Organization for Economic Cooperation Widi A. Pratikto menambahkan, pendapatan per kapita Turki kini mencapai 10 ribu euro. Kondisi Nigeria meningkat dan seimbang dengan Indonesia. Artinya, potensi itu memang besar. “Industri semestinya tak hanya berpikir di dalam negeri, tapi saatnya ke luar,” katanya.
Kalangan pengusaha menyambut baik rencana pemerintah, terutama industri otomotif. Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Sudirman Maman Rusdi mengatakan Indonesia banyak mengekspor mobil ke D-8, terutama di Timur Tengah. "Baik komponen maupun mobil jadi," katanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik Indonesia Ali Soebroto Oentaryo mengaku ekspor elektronik cukup besar, yaitu sekitar US$ 8 miliar per tahun. Namun, ekspor itu sebagian besar dilakukan industri global di Indonesia sehingga peningkatan ekspor ke negara D-8 bakal tergantung kebijakan pemilik merek.
Industri tekstil menganggap rencana ambisius pemerintah itu hal yang wajar asalkan fokus berpromosi. "Saat menyepakati pasar bebas dengan Cina, pameran yang diselenggarakan justru melebar ke mana-mana. Pemerintah tak fokus ke Cina," tutur Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat.
Selain itu, ada ganjalan lain dalam peningkatan ekspor dari sejumlah negara. Seperti kebijakan Turki yang memproteksi produknya dengan safeguard dan anti dumping terhadap produk Indonesia. Sekitar 58 produk Indonesia terkena kebijakan tersebut, termasuk lima produk untuk tekstil.
AGUNG SEDAYU