Terhadap 21 objek PPDT di lingkungan pemerintah pusat, BPK menemukan beberapa kejanggalan. Pada pemeriksaan terhadap laporan keuangan Bank Indonesia, BPK menemukan tunggakan KUT TP 1998/1999 dengan pola channeling tanpa disertai sertifikat penjaminan Perum Jamkrindo senilai Rp1,92 triliun.
Di Kementerian Keuangan, penatausahaan dan pencatatan realisasi penerimaan belum memungkinkan dilakukannya identifikasi penyetor secara tepat waktu dan tepat jumlah. Hal ini menyebabkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam senilai Rp 1,48 triliun yang belum diperhitungkan dalam bagi hasil ke daerah Tahun 2009.
BPK juag menemukan bahwa BUMN operator belum sepenuhnya memenuhi ketentuan mengenai penagihan dan penyaluran subsidi BBM, listrik, pupuk, dan benih. Hal ini mengakibatkan kelebihan belanja subsidi Tahun 2009 senilai Rp1,90 triliun yang diperhitungkan dalam pembayaran subsidi tahun berikutnya.
Menurut Purnomo Hadi, BPK juga menemukan kejanggalan dalam pelaksaan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Di sepuluh KPA, terdapat belanja yang sifatnya berulang dan tidak mendesak senilai Rp 2,57 triliun dianggarkan pada BA BSBL termasuk di antaranya digunakan untuk biaya operasional entitas yang belum memiliki bagian
anggaran sendiri. “KPA juga tidak tertib melaksanakan belanja lain-lain,” katanya.
Dia mencontohkan di sembilan KPA, pengadaan barang dan jasa senilai Rp57,37 miliar
tidak didukung bukti yang lengkap dan valid, di antaranya senilai Rp 6,99 miliar merupakan belanja fiktif atau kelebihan belanja yang tidak dikembalikan.
IRA GUSLINA