TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ada dua penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dalam beberapa hari terakhir. Menurut dia, rupiah melemah karena sentimen dari luar negeri.
Bambang mengatakan penyebab pertama melemahnya rupiah adalah data ekonomi Amerika yang positif. Hal ini menyebabkan nilai tukar dolar naik di mata investor. "Dengan kondisi itu, normalisasi kondisi ekonomi Amerika akan lebih cepat dari yang diperkirakan," katanya dalam acara CNBC Summit di Hotel Grand Hyatt, Selasa, 9 Desember 2014. (Waspada, Kurs Rupiah Terendah dalam Enam Tahun Terakhir)
Penyebab kedua, melemahnya pertumbuhan ekonomi Cina. Akibatnya, kata Bambang, ekspor komoditas asal Indonesia semakin menurun. "Peran ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi semakin menurun," ujarnya.
Namun Bambang mengatakan tidak banyak upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi tersebut. "Kami tidak bisa mengontrol market seperti yang lain," katanya. Bambang juga enggan mengungkapkan peran Bank Indonesia untuk meredam anjloknya nilai tukar rupiah. "Itu kewenangan BI, kami tidak bisa intervensi."
Seperti diketahui, pada Senin, 8 Desember 2014, rupiah merosot 90,5 poin (0,74 persen) ke level 12.389,5 per dolar Amerika Serikat. Dolar menguat terhadap hampir seluruh mata uang dunia setelah harga minyak mentah dunia turun hingga menembus US$ 62 per barel. Selain itu, iming-iming kenaikan suku bunga bank sentral Amerika (The Fed) memancing spekulasi investor terhadap imbal hasil dolar. (Perkembangan kurs rupiah baca di sini)
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
8 hari lalu
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.