Perajin tradisional keramik klampok di sentra kerajinan keramik Kecamatan Purworejo, Klampok, Banjarnegara sedang menyelesaikan pekerjaannya, Senin (12/3). TEMPO/Aris Andrianto
TEMPO.CO, Malang -- Beban produksi perajin keramik Dinoyo, Kota Malang, melonjak sampai 30 persen akibat kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram. Mereka dulu adalah pengguna minyak tanah untuk proses membakar keramik sebelum diminta bermigrasi karena ada program konversi minyak tanah ke gas oleh pemerintah.
"Gas elpiji menyumbang 30 persen dari biaya produksi kami," kata Suharto, seorang perajin, Senin, 15 September 2014. Dia menyatakan belum tahu alternatif bahan bakar lain yang bisa dipakai untuk melepaskan diri dari lonjakan ongkos produksi itu. (Baca juga: Harga Elpiji Naik, Omzet UKM Turun)
Suharto dan yang lainnya juga tidak mungkin menaikkan harga keramik. Alasannya, konsumen memesan keramik dua atau tiga bulan sebelum kenaikan harga gas elpiji non-subsidi itu. "Jadi, tak bisa langsung naik," kata Ketua Paguyuban Perajin Keramik Dinoyo, Samsul Arifin, Senin, 15 September 2014.
Selain itu, Samsul khawatir pelanggan berpaling jika harga langsung melejit. Kenaikan harga bakal dilakukan secara perlahan untuk menjaga dan mempertahankan para pelanggan.
Kampung keramik Dinoyo, Kota Malang, secara turun-temurun berkembang dari kerajinan gerabah sejak zaman kolonial. Kerajinan lantas berkembang menjadi kerajinan keramik sejak 1957 dengan total perajin mencapai 200-an. Keramik Dinoyo terpuruk setelah krisis moneter 1998. (Baca: Konsumsi Elpiji 3 Kilogram di Banyuwangi Meningkat)
Kenaikan elpiji menambah berat beban para perajin yang tersisa, termasuk Suharto. Jumlah mereka kini sudah bisa dihitung dengan jari. Namun demikian, keramik yang mereka hasilkan bisa menembus pasar hingga ke Surabaya, Bali, dan Jakarta.
Selama sebulan rata-rata perajin membutuhkan sekitar 40-50 tabung untuk proses pembakaran keramik. Harga gas elpiji 12 kilogram naik semula Rp 95 ribu per tabung menjadi 115 ribu. Walhasil, belanja gas elpiji pun melonjak semula Rp 4,7 juta naik menjadi Rp 5,7 juta per bulan.
Amartha dan Unilever Indonesia Sinergikan Jejaring Usaha Mikro Perempuan
27 Februari 2024
Amartha dan Unilever Indonesia Sinergikan Jejaring Usaha Mikro Perempuan
Amartha dan Unilever Indonesia kolaborasikan jejaring usaha mikro Perempuan dengan jejaring bank sampah berbasis komunitas untuk kelola sampah plastik secara produktif dan ekonomis.
Riset Prediksi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Rp 4.300 T pada 2026
14 Juli 2023
Riset Prediksi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Rp 4.300 T pada 2026
Riset yang dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama Ernst & Young Indonesia menemukan kebutuhan pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah alias UMKM yang mencapai ribuan triliun pada 2026.