Pekerja mengecek panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di SMPN 19 Jakarta, Rabu (26/2). Sebanyak 142 panel ini mampu menghasilkan daya sebesar 20.000 watt. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Proyek pengembangan energi listrik tenaga surya di Indonesia terganjal masalah infrastruktur. Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi, mengatakan pembuatan sel surya atau solar cell untuk pembangkit listrik kini terjegal pasokan listrik. "Pabriknya tidak mendapatkan pasokan listrik," ujarnya di kantornya, Senin, 1 September 2014. (Baca: Pembangkit TenagaSurya Rp 3 Triliun Dilelang)
Menurut Budi, ada beberapa investor yang tertarik membangun pabrik sel surya di Indonesia, salah satunya di Sumatera Utara. Namun rencana itu batal dilaksanakan karena Sumatera Utara masih mengalami kekurangan pasokan listrik. (Baca juga: Pengusaha Taiwan Lirik Investasi di Indonesia ).
Rencananya, tutur Budi, investor tersebut akan mendirikan pabrik pengolahan sel surya dari bahan baku ingot--hasil pemurnian pasir silika. Ingot tersebut akan dilebur dan diracik dalam bentuk wafer yang bisa menghasilkan listrik jika terkena cahaya matahari. Namun, untuk mengolah ingot dan melebur silika, pabrik tersebut memerlukan pasokan listrik yang cukup besar.
Menurut Budi, industri hilir semacam itu belum dimiliki Indonesia. PT Len Industri (Persero), kata dia, bisa membuat pembangkit dari solar cell. "Tapi wafernya masih harus diimpor," ujarnya. Pabrik solar cell, ujar Budi, idealnya dibangun di dekat tambang silika agar ekonomis. Untuk itu, dia berharap pasokan listrik untuk pabrik bisa tersedia dalam waktu dekat. "Agar investor tertarik." (Baca juga: Angkasa Pura Kembangkan Energi Surya di Bandara ).