TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Batu bara dan Produk Batu bara akan menertibkan dan memperketat usaha di bidang pertambangan batu bara. Aturan tersebut mulai berlaku efektif pada 1 September 2014.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Partogi Pangaribuan mengatakan, batu bara saat ini menjadi produk pertambangan yang tidak terbarukan. "Sehingga harus dipergunakan seoptimal mungkin untuk kemakmuran rakyat dan dikelola secara berkelanjutan," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, 24 Juli 2014.
Menurut Partogi, pemerintah ingin agar aturan ini bisa mencegah adanya eksploitas berlebihan dan menjamin pemenuhan kebutuhan batu bara di dalam negeri. Selain itu, pemerintah ingin mendukung penertiban usaha dan mempermudah penelusuran produk pertambangan batu bara. "Juga menata kewajiban pembayaran iuran royalti," kata dia.
Selama kurun waktu 2009-2013, ekspor produk pertambangan batu bara mengalami kenaikan yang sangat tajam yaitu sebesar 187 persen. Berdasarkan data rekapitulasi laporan surveyor, jumlah ekspor batu bara pada tahun 2009 sebesar 220 juta ton, sedangkan pada akhir tahun 2013 melonjak dratis menjadi 413 juta ton.
Partogi mengatakan, peraturan yang baru ini sejalan dengan Undang-undang tentang Mineral dan Batu bara yang mengamanatkan pengelolaan mineral dalam negeri untuk memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional. Peraturan ini akan mengatur tata niata ekspor produk batu bara dengan 24 nomor pos tarif (HS), meliputi batu bara antrasit, bituminous, lignit, kokas, gas, batu bara, dan produk turunan lainnya.
Dalam aturan ini, pemerintah mewajibkan perusahaan yang ingin melakukan ekspor batu bara dan produk batu bara adalah perusahaan yang telah mendapatkan status Eksportir Terdaftar batu bara (ET-batu bara) dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.
Status tersebut tentunya diberikan bagi perusahana yang memiliki Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), izin usaha pertambangan (IUP) oeprasi produksi, IUPK operasi produksi, IUP operasi produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, serta IUP operasi produksi khusus pengolahan dan pemurnian.
Kemudian, pelaksanaan ekspor produk pertambangan harus diverifikasi oleh surveyor yang telah ditetapkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri serta wajib menyertakan bukti pelunasan pembayaran iuran royalti dalam dokumen verifikasi.