TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan investor merasa khawatir jika calon presiden yang kalah dalam pelaksanaan pemilu akan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusional. “Sangat mungkin itu terjadi jika selisih kemenangannya di bawah 5 persen. Hal itu sangat resisten bagi investor,” ujar ekonom Standard Chartered, Fauzi Ichsan, Rabu, 9 Juli 2014.
Persaingan yang tajam antara kedua calon presiden selama kampanye membuat masyarakat terbelah. Perolehan suara keduanya pun diprediksi amat tipis.
Dengan kondisi itu, terjadinya perpecahan hingga berujung persoalan hukum sangat mungkin terjadi. “Kalau selisihnya di atas 5 persen aman, tapi jika sebaliknya bakal mengganggu pemerintahan baru,” kata Fauzi. (baca: LSI, SMRC, dan IPI: Jokowi-JK Menang 52,7% Vs 47,2%)
Berdasarkan perhitunggan quick count beberapa lembaga survei kemarin, kubu Prabowo-Hatta Rajasa kalah dibanding Joko Widodo-Jusuf Kalla. Selisih suara keduanya sekitar 5 persen.
Fauzi menyatakan tipisnya perbedaan suara kedua calon menyebabkan beban di presiden baru cukup besar. Kubu yang kalah diperkirakan melanjutkan koalisi hingga penyusunan kursi di parlemen. Akibatnya, siapa pun presiden yang menang bakal mendapatkan hadangan cukup deras dari partai politik. “Minimal dua tahun pertama difokuskan konsolidasi dengan partai lain, selain menjaga kinerja pertumbuhan ekonomi,” kata dia. (baca: Gubernur BI: Presiden Terpilih Pengaruhi Ekonomi)
Kondisi tersebut jelas berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi. Untuk menekan gesekan kepentingan pemerintah baru diharapkan kubu pemenang segera merangkul kubu yang kalah. Selain itu, Fauzi menyarankan untuk mengajak partai yang selama ini membelot untuk mendukung pemerintahan mendatang. “Kalau program ekonominya diganjal oleh oposisi tidak akan lancar juga,” katanya. “Investor inginnya kepastian, jangan sampai berujung pada gugatan," ia menegaskan.
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
22 Desember 2021
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.